1) Siapakah yang berhak menangarti pasangan infertilitas?
2) Siapakah yang berhak melakukan inseminasi buatan?
3) Bagaimana sikap dalam menghadapi pelaksanaan bayi tabung?
4) Dapatkah dibenarkan jika hamil dengan ibu pengganti?
5) Bagaimana sikap bila gagal memberikan pelayanan?
6) Bagaimana sikap menghadapi rekayasa bayi ala Frankenstein?
Keturunan merupakan buah cinta yang terjadi berdasarkan perkawinan yang sah dan dengan melalui hubungn seks secara wajar. Dengan dasar demikian, Gereja Vatikan tidak dapat membenarkan segala bentuk kehamilan dengan rekayasa medis.
1. Pihak yang berizak menangani pasangan infertilitas
Dalam menghadapi pasangan infertilitas, kerja sama medis sangat diperlukan sehingga dapat memenuhi keinginan mereka untuk mendapatkan keturunan.
Penanganan pasangan infertilitas memerlukan sejumlah di- siplin ilmu kedokteran, di antaranya:
a. Ahli Obstetri dan Ginekologi;
b. Ahli Urologi;
c. Ahli Andrologi;
d. Bidang penunjang:
- Laboratorium,
- Ahli Radiologi,
- Ahli Patologi Anatomi.
e. Konsultasi pada cabang ilmu yang diperlukan.
Ujung tombak pelayanan terletak di tangan Ahli Obstetri dan Ginekologi.
2. Pihak yang berhak melakukan inseminasi buatan
Inseminasi buatan dapat dilakukan karena beberapa alasan, seperti:
a. menginginkan jenis kelamin anak, dan
b. gangguan pada vagina atau serviks.
Syarat penting yang perlu dipenuhi agar dapat melakukan inseminasi buatan adalah tuba harus dapat dibuktikan normal dengan jalan USG atau laparoskopi. Pihak yang dapat melakukan inseminasi buatan adalah:
a. Dokter Ahli Obstetri dan Ginekologi,
b. Dokter Ahli Andrologi, dan
c. Dokter Umum.
3. Bagaimana etika menghadapi donor ovum atau spermatozoa
Perkawinan merupakan masalah sakral dalam agama dan hukum. Hakikat sahnya perkawinan karena terdapat upacara menurut ajaran agama sehingga keturunannya dapat diakui oleh masyarakat dan hukum.
Dalam kenyataannya, masih dijumpai pasangan infertilitas yang dapat menerima donor ovum atau donor spermatozoa sehingga bisa hamil.
Berdasarkan hukum dan ajaran agama, masalah donor ovum atau spermatozoa tidak dapat dibenarkan karena hal itu merupakan persoalan yang menjadi tanggung jawab pasangan tersebut.
4. Etika menghadapi bayi tabung
Pada dasamya, pelaksanaan bayi tabung dilakukan karena tidak berfungsinya saluran tuba falopii sehingga dilakukanlah rekayasa kehamilan dengan jalan:
a. invitro fertilization,
b. gamete intrafallopiian transfer, dan
c. metode lainnya.
Rekayasa medis ini dapat dibenarkan asalkan ovum dan spermatozoa berasal dari pasangan suami istri yang perkawinannya sah.
5. Sikap dalam menghadapi ibu pengganti
Ibu pengganti dalam kehamilan dilakukan karena terjadi kerusakan pada rahim sehingga tidak mungkin untuk bisa ha- mil sendiri. Setelah pasangan suami istri tersebut diperiksa,
ovarium berfungsi dengan normal, demikian juga hasil peme-riksaan spermatozoa.
Dalam situasi istri tidak dapat mengandung sendiri, diupayakan untuk mendapatkan ibu pengganti tanpa suatu ikatan yang bersifat komersial.
Berdasarkan ajaran agama dan hukum, garnet yang dihasilkan melalui rekayasa medis tersebut sah sehingga bayi yang dilahirkan tetap merupakan keturunan dari pasangan suami istri yang menitipkan kehamilannya tersebut. Di Indonesia, rekayasa ibu pengganti belum dapat diterima.
6. Sikap menghadapi kegagalan rekayasa medis
Setelah segala usaha medis yang dilakukan untuk mendapatkan keturunan gagal, maka pasangan suami istri dapat dianjurkan untuk melakukan adopsi anak menurut:
a. tata laksana/saluran hukum, dan
b. tata laksana ajaran agama.
7. Sikap etika menghadapi bayi rekayasa ala Frankenstein
Dengan semakin meningkatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, tidaklah mustahil untuk dilakukan rekayasa kehamilan, benar-benar di luar rahim, ala Frankenstein.
Gambaran ini sebenarnya telah dibayangkan pada kelahiran "Seratus Kurawa" dengan jalan "memeras" kandungan ibunya menjadi seratus dan dikembangkan di luar rahim.
Kehamilan ala Frankenstein, dimana hasil konsepsi suami istri yang sah, dibesarkan dalam suatu pembenihan sampai aterm dan selanjutnya dikemukakan begitu saja.
Perkembangan fisik janin bayi dapat dipertanggungjawabkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, tetapi yang menjadi masalah adalah kemungkinan penyimpangan dan pertumbuhan dan perkembangan sikap mental dan moral.
Pustaka
Kepaniteraan Klinik Obstetri & Ginekologi
usia saya 38 tahun, istri 35 tahun....sy oligoastenozoospermia..shg dianjurkan untuk bayi tabung yang sangat mahal bagi saya. adakah subsidi atau yayasan yang dapat meringankan pengobatan saya
BalasHapus