Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis dan terjadi karena defisiensi insulin atau resistensi insulin. Penyakit diabetes tipe I (awitan pada usia remaja [juvenile onset]) ditandai dengan defisiensi absolut insulin yang terjadi karena kekurangan sel-sel beta dalam pulau-pulau Langerhans pankreas; penanganannya berupa terapi sulih hormon. Penyakit diabetes tipe II (awitan pada usia dewasa [maturity onset]) berkaitan dengan pelbagai derajat defisiensi insulin dan resistensi insulin; penanganannya dapat berupa pengaturan makan atau diet, pemberian obat-obat hipoglikemi oral atau insulin. Untuk menghasilkan pengendalian gula darah yang adekuat, semua ibu hamil yang menderita diabetes harus mendapatkan terapi insulin.
Diabetes gestasional (diabetes kehamilan) terjadi bila simpanan insulin ibu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan ekstra pada kehamilan. Lima puluh persen ibu hamil yang terkena diabetes gestasional akan menderita diabetes tipe II di kemudian hari. Meskipun mungkin tanpa gejala, penyakit diabetes gestasional harus ditemukan karena bila tidak, kelainan seperti makrosomia neonatal serta hipoglikemia neonatal mungkin tidak diketahui dan tidak ditangani dengan tepat. Risiko terjadinya anomali kongenital berkaitan langsung dengan derajat hiperglikemia pada saat diagnosis ditegakkan (Schaefer-Graf et al, 2000). Diabetes gestasional yang tidak terdeteksi juga berkaitan dengan peningkatan insidens pre-eklampsia. Sebagian pakar kesehatan yang berwenang berpendapat bahwa semua ibu hamil harus menjalani skrining untuk menemukan diabetes gestasional lewat pemeriksaan kadar glukosa plasma dan/atau tes toleransi glukosa (Soares et al, 1997; Jarrett, 1997; Perucchini et al, 1999; Van Way, 1999; Dornhorst & Frost, 2000). Namun demikian, manfaat pemeriksaan yang intensif pada ibu hamil dengan penyakit diabetes gestasional yang ada dalam kadar perbatasan atau borderline (kadar glukosa puasa dalam plasma 4,8-7,8 mmo1/1) memerlukan penyelidikan lebih lanjut (Bancroft et al, 2000).
• Pemeriksaan glukosa urine tidak dapat diandalkan, khususnya pada kehamilan.
• Diabetes didiagnosis berdasarkan hasil pengukuran glukosa darah. Jika glukosa darah puasa di alas 4,8 mmol/liter, ibu hamll harus dikonsulkan untuk pemeriksaan lebih lanjut dan/atau pengukuran ulang (Griffith et al, 1996).
• Tes toleransi glukosa yang mini dapat diatur. Tes ini meliputi minum 50 g glukosa (Lucozade.) yang dilakukan oleh pasien dan satu jam kemudian diikuti dengan pengukuran kadar glukosa darah. Jika nilainya lebih besar dari 7,7 mmol/liter, maka diperlukan tes toleransi glukosa yang lengkap (Campbell & Lees, 2000).
• ibu hamil dengan diabetes gestasional harus menjalani pemeriksaan ulang diabetes pada waktu enam minggu postpartum (Griffith et ., 1996).
Pengendalian glukosa darah
Karna tubuh selalu mengalami perubahan antara saat makan dan puasa, maka glukagon merupakan hormon utama yang menjaga agar konsentrasi glukosa plasma berada dalam batas normal. Insulin mengontrol penyimpanan serta metabolisme makanan yang dimakan dan menjaga pasokan energi tubuh. Tanpa insulin dengan jumlah yang cukup, lintasan metabolik tubuh tidak mampu menghadapi glukosa. Secara langsung atau tidak langsung, insulin akan mempengaruhi fungsi setiap jaringan yang ada di dalam tubuh. Kendati demikian, ada hormon lain yang juga mengatur konsentrasi glukosa plasma, khususnya dalam keadaan stres.
Stres menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah yang disebabkan oleh pelepasan glukagon, kortisol, hormon pertumbuhan dan adrenalin (epinefrin). Karena itu, stresor seperti infeksi, persalinan, sakit, luka, trauma atau pembedahan mengakibatkan hiperglikemia.
Pada hiperglikemia, adrenalin (epinefrin) dilepaskan dengan cepat. Keadaan ini menimbulkan gejala klasik hipoglikemia, yaitu: perspirasi, mual dan mimpi buruk yang secara bersama-sama memberikan 'kesadaran hipoglikemia.' Akan tetapi, sebagian penyandang diabetes kehilangan kesadaran hipoglikemia dan tidak mengalami gejala ape pun ketika kadar gula darahnya turun. Jika pasien mengalami hipoglikemia, keadaan ini tanpa peringatan akan membawa masalah serius yang meliputi konfusi, perilaku abnormal, konvulsi dan koma. Karena adanya bahaya inilah, begitu seorang pasien diabetes kehilangan 'kesadaran hipoglikemia,' ia tidak bisa menjalani terapi insulin yang intensif.
Kebutuhan insulin pada kehamilan
Mortalitas perinatal dan insidens malformasi kongenital yang utama pada ibu hamil dengan diabetes menunjukkan angka 2-15 kali lebih besar dibandingkan pada ibu hamil yang tidak menderita diabetes; angka ini tergantung apakah perawatan yang diterima oleh ibu hamil tersebut berlangsung di rumah sakit lokal atau rumah sakit spesialis (Vaughan, 1995; Casson et al, 1997). Semakin tinggi konsentrasi glukosa ketika diukur untuk pertama kalinya pada saat hamil, semakin jelek prognosis janinnya (Schaefer-Graf et al, 2000). Dalam salah satu seri penelitian, 26 persen kehamilan memiliki basil akhir yang buruk (en 113) (Hawthorne et al, 1997). Angka ini menggambarkan perbaikan yang cukup besar dalam penatalaksanaan kehamilan diabetik selama 20 tahun terakhir ini. Banyak perbaikan tersebut disebabkan oleh kontrol glikemia yang ketat sebelum terjadinya pembuahan dan di sepanjang kehamilannya.
Hiperglikemia
1. Hiperglikemia tidak mudah dikenali tanpa pengukuran kadar glukosa darah yang teratur. Pasien diabetes dan keluarganya harus waspada terhadap tanda dan gejala diabetes seperti ketidakmampuan untuk mengatasi persoalan sehari-hari, perasaan mudah letih, daya ingat yang menurun, perubahan pada suasana perasaan dan penglihatan yang kabur. Hiperglikemia pada kehamilanbahkan hiperglikemia yang sedang sekalipun dapat membahayakan hasil-akhir kehamilan.
2. Pada keadaan hiperglikemia, glukosa akan terikat dengan berbagai protein sehingga terjadi disrupsi protein tersebut dalam pelbagai taraf yang berlainan. Hemoglobin akan mengalami glikosilasi dan hemoglobin yang terglikosilasi ini diukur sebagai HbA1c. Ukuran ini mencerminkan kontrol glikemia selama waktu 8-12 minggu sebelumnya dan meramalkan risiko malformasi janin, khususnya malformasi kardiak (Vaughan, 1995). Defek pada neural tube lebih sering terjadi dan dengan demikian suplemen asam folat harus diberikan sebelum hamil serta dilakukan pemeriksaan skrining.
3. Hiperglikemia akan mempengaruhi pertumbuhan janin yang secara khas mengakibatkan makrosomia. Keadaan ini dan peningkatan risiko distosia bahu akan meningkatkan angka seksio Caesarea hingga melebihi 60 persen dalam satu seri (Hawthorne et al, 1997). Polisitemia fetal dapat menyebabkan ikterus neonatal bila sel-sel darah merahnya mengalami hemolisis pada saat bayi lahir.
4. Hiperglikemia akan merusak jaringan misalnya lensa mats dan saraf. Kerusakan saraf dapat menyebabkan paresis lambung dan hiperernesis.
5. Pada hiperglikemia dapat terjadi kerusakan mikrovaskuler yang mengenai retina dan ginjal. Kerusakan pada ginjal menyebabkan mikroalbuminuria dan hipertensi; kedua komplikasi ini harus dipantau secara teratur. Bagi ibu hamil dengan kenaikan konsentrasi kreatinin serum (> 180 mikromol/l), prognosisnya buruk dalam pengertian hasil-akhir kehamilan, faal ginjal, harapan hidup dan fungsi penglihatannya. Retinopati dapat terjadi atau berjalan dengan cepat selama kehamilan; karena itu, harus diupayakan pemeriksaan mata secara teratur (sebaiknya dengan fotograf) sehingga pengobatannya dapat segera dimulai jika terjadi retinopati. Timbulnya retinopati atau progresivitas retinopati yang berlangsung secara tiba-tiba berkaitan dengan perbaikan kontrol glikemia yang cepat (Pearson, 1993).
6. Sel-sel darah putih pasien diabetes akan terbungkus dengan glukosa sehingga sel-sel tersebut kurang mampu melawan infeksi dan mempercepat kesembuhan. Infeksi seperti ISK merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada pasien diabetes yang hamil dan menjelaskan mengapa terjadi peningkatan risiko keguguran pada pasien tersebut. Terapi profilaksis antibiotik dapat diberikan sesudah dilakukan bedah Caesar (GilImer, 1996).
Kelainan metabolisme lemak
1. Ateroma akan semakin cepat terbentuk pada pasien diabetes dan hal ini meningkatkan risiko timbulnya penyakit kardiovaskuler, serebrovaskuler serta vaskuler perifer pada segala umur. Profil lipid darah harus dipantau.
2. Pasokan darah ke dalam ekstremitas akan terganggu oleh at seance maupun kerusakan mikrovaskuler. Insufisiensi plasenta, polihidramnion dan pre-eklampsia akan terjadi lebih sering.
Ketoasidosis.
Ketoasidosis pada kehamilan merupakan keadaan emerjensi obstetrik dengan angka mortalitas janin berkisar sekitar 50 persen dan angka mortalitas ibu sekitar 5 persen (Griffith et al, 1996). Kehamilan meningkatkan risiko ketoasidosis. Muntah dapat memicu ketosis. Jika muntah hdak dapat dicegah, pasien harus segera masuk rumah sakit dan mendapatkan perawatan yang intensif (Steel dan Johnstone, 1996). Awitan gangguan kesadaran dan gejala konfusi biasanya terjadi secara berangsur-angsur. Kematian janin akibat asidosis dapat terjadi sebelurn ibu jatuh be dalam keadaan sakit yang berat. Poliuria dan muntah akan menimbulkan penipisan cairan serta elektrolit yang beredar dalam sirkulasi darah dan akhirnya akan terjadi kolaps sirkulasi.
Senyawa betas pertama yang diproduksi pada keadaan ketosis (crass keto hidroksibutirat) tidak terdeteksi dengan penieriksaan Ketostix yang standar. Karena its, keadaan ketosis dapat terjadi tanpa diketahui.
Risiko hipoglikemia
Janis bergantung pada glukosa yang bukan hanya sebagai sumber energi tetapi juga untuk sintesis lipid. Kebutuhan ekstra in menyebabkan peningkatan kebutuhan diet ibu sebesar 200-300 kkal per hari (pada ibu yang kurus, kebutuhannya lebih besar lagi). Pengambilan glukosa yang meningkat dari dalam plasma membuat ibu hamil yang bukan pasien diabetes merasa lapar sementara pada ibu hamil yang menderita diabetes menyebabkan hipoglikemia. Selama trimester pertama kehamilan, kadar glukosa plasma akan turtm sekitar 12 persen, dan penurunan ini sebagian terjadi karena hemodilusi; keadaan ini kadang-kadang mengurangi kebutuhan akan insulin (Gillmer, 1996). Hipoglikemia dalam periode perkembangan organ yang menentukan itu (kehamilan hari ke-18 hingga ke-55) dapat menimbulkan malformasi (Campbell & Lees, 2000).
Referensi
Farmakologi Kebidanan Oleh Sue Jordan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar