Minggu, 28 November 2010

Gangguan Kesehatan Yang Berhubungan Dengan Makanan (Diet)

Pantang makanan tertentu merupakan tindakan pencegahan dan pengobatan yang terbaik bagi penyakit-penyakit tertentu pula. Berikut ini beberapa di antara penyakit-penyakit tersebut:

Kekurangan Darah (Anemia)
Penderita kekurangan darah memiliki darah yang encer. Penyakit ini timbul jika seseorang kehilangan darah atau darah yang dirusak lebih cepat daripada kemampuan tubuh untuk menggantikannya. Hilangnya darah itu luka lebar. borok lambung dengan perdarahan, atau penyakit disentri dapat menyebabkan kekurangan darah. Begitu pula, perdarahan bulanan (haid) pada wanita akan menyebabkan kekurangan darah jika is tidak makan yang diperlukan oleh tubuhnya. Kekurangan daging, sayuran berwarna hijau gelap dan makanan lain yang kaya akan zat besi dapat menyebabkan kekurangan darah atau memperburuk keadaan kekurangan darah.

Pada anak-anak, penyakit kekurangan darah dapat terjadi karena makanan mereka kekurangan zat besi, atau karena pernberian air susu ibu atau susu botol kepada bayi setelah 6 bulan tanpa memberikan makanan tambahan lain. Penyebab utama dad kekurangan darah yang berat pada anak-anak ialah infeksi cacing tambang, penyakit mencret menahun dan disentri.

Penyakit malaria yang menghancurkan sal-sel darah merah dapat pula menyebabkan kekurangan darah.
Tanda-tanda kekurangan darah:
- kulit pucat dan tembus pandang (transparan)
- pucat dibalik kelopak mata
- gusi pucat
- kuku-kuku jari tangan berwarna putih (pucat)
- lemah dan letih
- jika kekurangan darahnya parah, wajah dan kaki dapat membengkak, denyut jantung menjadi cepat dan penderita mengalami sesak nafas.

Pancegahan dan pengobatan kekurangan darah:
- Makan makanan yang banyak mengandung zat besi. Daging, telur, ikan dan ayam mempunyai kadar zat besi yang tinggi. Hati mengandung kadar zat besi yang sangat tinggi. Sayuran berwarna hijau gelap, buncis, kacang polong dan kacangan lain juga mengandung zat besi.
- Jika sulit mendapatkan makanan yang mengandung zat besi, atau jika penyakitnya parah, maka penderita harus minum zat besi (pil Ferro sulfat). Cara ini terutama panting bagi wanita hamil yang menderita kekurangan darah. Hampir pada semua kejadian kekurangan darah, tablet Ferro sulfat atau sulfas ferrosus lebih manjur dibandingkan dengan sad hati atau vitamin B12. Sebagaimana umumnya, zat besi harus diberikan melalui mulut, bukan dengan jalan suntikkan, karena suntikan zat besi berbahaya.
- Jika penyakit kekurangan darah disebabkan oleh disentri (mencret dengan darah), cacing tambang, malaria dan penyakit lain, maka penyakit-penyakit yang menjadi penyebab tersebut harus diobati pula.
- Jika penyakit kurang darahnya berat dan tidak membaik, mintalah pertolongan dokter. Tindakan ini sangat panting terutama bagi ibu hamil. Banyak wanita menderita kekurangan darah karena kurang makan makanan yang mengandung zat besi untuk menggantikan darah yang hilang selama mendapat bulanan (haid) atau ketika melahirkan anak. Wanita yang kekurangan darah menghadapi bahaya lebih besar jika mengalami keguguran dan perdarahan ketika melahirkan. Oleh karena itu, para ibu harus makan buncis, sayuran berwarna hijau gelap, dan sebanyak mungkin daging, ayam dan telur, terutama selama ibu mengandung. Keluarga berencana yang menganjurkan jarak kehamilan 2 sampai 3 tahun akan memulihkan kekuatan ibu dan memberi kesempatan untuk membentuk darah baru.

Memeriksa tekanan darah (tensi)
Pemeriksaan tensi darah penting pada keadaan berikut:
- Ibu hamil, sebelum dan sesudah melahirkan.
- Pasien kehilangan darah banyak.
- Pasien dalam keadaan shock.
- Usia lebih dari 40 tahun.
- Obesitas.
- Diketahui tekanan darah tinggi sekeluarga.
- Setiap orang dengan gangguan jantung, kesulitan nafas, shock, sakit kepala yang berulang, bengkak, kencing manis, sakit saluran kencing, pembesaran dan atau pembengkakan darah vena.

Normal
Tekanan darah normal orang dewasa rata-rata 120/80 (100/60 sampai 140/90 masih dianggap normal). Biasanya tekanan darah bawah (diastole) lebih penting dalam diagnosa. Misalnya tekanan darah setinggi 140/85 mm Hg, hal ini tidak begitu berarti. Tetapi jika tekanan bawah (diastole) lebih dari 100, biasanya memerlukan pengobatan (misalnya 135/110 mm Hg).

Pada orang dewasa dengan tekanan darah rendah (90/60 sampai 110/70) itu berarti orang tersebut normal dan usia hidupnya akan lebih panjang. Juga jarang mengalami gangguan jantung.

Cara mengukur tensi darah:
1. Pasien harus dalam keadaan santai. Baru olah raga, marah, atau kebingungan akan menaikkan tekanan darah sehingga memberi nilai baca palsu.
2. Ikatkan kain tekanan pada lengan atas dan tutup kunci katup tensimeter.
3. Pompa terus sampai di atas 200 milimeter.
4. Stetoskop diletakkan pada bagian dalam siku-siku.
5. Dengarkan baik-baik dan kunci tensimeter dibuka pelan-pelan. Jarum penunjuk pada tensimeter akan menunjukkan angka pada saat terdengar suara pulsa denyutan jantung.
6. Bacaan pertama denyutan jantung. Ini adalah kontraksi otot jantung yang mendesak darah masuk arteh. Pada orang normal, biasanya sekitar 110 - 120 mm.
7. Kunci tensimeter terus.dibuka dengan pelan-pelan. Bacaan kedua adalah pada saat denyutan jantung mulai terdengar samar-samar atau menghilang. lni namanya tekanan diastole, biasanya normal pada 60 - 80 mm.

Tekanan darah tinggi
Tekanan darah tinggi (hipertensi) dapat menimbulkan banyak permasalahan, seperti penyakit jant ung, ginjal dan penyakit pembuluh darah otak (stroke).
Tanda-tanda penyakit tekanan darah tinggi:
- sakit kepala yang berulang-ulang
- jantung berdebar-debar dan sesak nafas ketika gerak badan atau melakukan pekerjaan ringan.
- merasa lemah dan pusing tujuh keliling (vertigo)
- kadang-kadang sakit pada dada dan bahu

ALAT PENGUKUR TEKANAN DARAH
Semua tanda-tanda penyakit tersebut di atas dapat pula disebabkan oleh penyakit lain. Oleh karena itu, jika seseorang mengira dirinya menderita tekanan darah tinggi, ia harus pergi ke petugas kesehatan dan minta agar tekanan darahnya diukur.

Mencegah atau mengatasi tekanan darah tinggi:
- Orang yang mempunyai berat badan berlebih harus mengurangi beratnya.
- Hindari makanan berlemak (terutama lemak babi) dan makanan yang mengandung banyak tepung dan gula. Pakailah selalu minyak sayur, jangan menggunakan minyak babi.
- Kurangi makan garam atau tidak makan garam sama sekali.
- Apabila tekanan darahnya sangat tinggi, petugas kesehatan dapat memberikan obat untuk menurunkannya. Banyak penderita yang ge-muk dapat menurunkan tekanan darah mereka dengan mengurangi berat badan, dan membiasakan hidup santai.

Kegemukan (Obesitas)
Terlalu banyak lemak bukan merupakan keadaan yang sehat, karena dapat menimbulkan tekanan darah tinggi, penyakit jantung, penyakit pembuluh darah otak, gangguan kandung empedu, kencing manis, peradangan sendi pada tungkai dan kaki dan gangguan lainnya. Orang yang gemuk harus mengurangi berat badannya dengan: - tidak makan makanan berlemak atau minyak seperti kulit ayam/itik, makanan gorengan;
- kurangi makan gula atau makanan yang manis, snack.
- jangan makan terlalu cepat dan banyak, terutama hindari makanan yang mengandung tepung, seperti jagung, roti, kentang, beras, singkong, ketela, dan lain-lain. Orang gemuk tidak boleh makan lebih dart setengah piring nasi setiap kali makan. Akan tetapi, mereka dapat makan banyak buah-buahan, sayuran dan da-ging yang tidak berlemak. Dan jangan berpuasa makan satu kali, karena akan justru lebih lapar sesudahnya dan makan lebih banyak.
- lebih banyak melakukan gerak badan; jalan-jalan balk di rumah atau ke kantor; gunakan tangga daripada lift lentur; berkebun; senam pagi dan keliling sekitar rumah waktu pagi/sore.



Untuk mengurangi berat badan, makanlah separoh dari yang anda makan sekarang dan lebih banyak bergerak badan




Kencing manis (Diabetes mellitus)
Penderita penyakit kencing manis mengandung terlalu banyak gula dalam darahnya.

Tanda-tanda penyakit kencing manis:
- perasaan haus terus-menerus
- buang air kecil yang sering dan banyak
- keletihan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
- rasa gatal dan peradangan kulit yang menahun

Dan pada keadaan yang berat:
- menurunnya berat badan
- patirasa (kesemutan) atau sakit pada tangan atau kaki
- borok pada kaki yang tidak mau sembuh
- hilangnya kesadaran

Semua tanda ini dapat juga disebabkan oleh penyakit lain. Untuk mengetahui apakah seseorang menderita penyakit kencing manis, maka air kencingnya harus diperiksa. Karena kencing penderita penyakit kencing manis ini rasanya manis, maka tempat bekas kencingnya sering dikerumuni semut. Ini dapat diperhatikan di kamar mandinya dan sering merupakan petunjuk penting.

Cara lain untuk menguji air kencing ialah dengan menggunakan kertas tertentu (misalnya, Uristix dapat dibeli di apotik). Jika warna kertas ini berubah ketika dicelupkan ke dalam air kencing, maka kencing tersebut mengandung gula.

Apabila seseorang menderita penyakit kencing manis setelah berusia 40 tahun, seringkali penyakit ini dapat dikontrol tanpa perlu obat-obatan, melainkan hanya dengan memperbaiki aturan makanannya (diet). Aturan makanan (diet) bagi penderita kencing manis sangat panting dan harus ditaati dengan seksama sepanjang hidupnya.

Aturan makan untuk penderita kencing manis:
Orang gemuk yang menderita kencing manis harus mengurangi beratnya sampai mencapai normal. Penderita kencing manis tidak boleh makan gula atau makanan yang manis. Mereka harus makan makanan dengan kadar protein tinggi (telur, ikan, buncis, sayuran berwarnya hijau gelap, kacangkacangan, daging tidak berlemak, dan lain-lain), dan makanan yang kadar
tepungnya rendah. Sebagian penderita kencing manis terutama yang berusia muda - memerlukan obat khusus (insulin).

Borok Lambung, Perasaan Terbakar di Ulu Hati dan Kelebihan Asam di Lambung
Kelebihan asam lambung dan perasaan terbakar di ulu hati seringkali terjadi akibat makanan berlemak atau akibat minum terlalu banyak alkohol. Keadaan ini menyebabkan lambung menghasilkan tambahan asam, yang menimbulkan rasa tidak enak (rasa penuh, sebah) atau 'terbakar' pada lambung atau bagian tengah dada. Sebagian orang mengacaukan perasaan terbakar di ulu hati ini sebagai gangguan jantung, dan bukan sebagai kelebihan asam lambung.

Kelebihan asam lambung yang berlarut-larut atau berulang-ulang merupakan tanda peringatan untuk borok lambung atau usus. Borok lambung/usus merupakan luka menahun pada lambung atau usus halus, dan disebabkan oleh asam lambung yang beriebih.


Penyakit ini dapat diketahui dengan adanya rasa nyeri yang menahun dan tumpul (kadang-kadang menusuk) pada ulu hati. Seringkali rasa nyeri berkurang setelah penderita makan atau minum susu. Seringkali serangan nyeri semakin bertambah jika penderita terlambat makan 2 atau 3 jam, atau setelah is minum alkohol atau makan makanan berlemak atau pedas. Rasa nyeri sering semakin bertambah pada malam hari.

Pada keadaan borok lambung yang parah, dapat terjadi muntah yang kadang-kadang disertai darah. Kotoran yang mengandung darah dari boroi(tersebut biasanya berwarna hitam, seperti aspal.

Pencegahan dan pengobatan:
- Makanlah makanan yang menyembuhkan dan jangan makan makanan yang mengganggu borok tersebut:

Makanan yang menyembuhkan borok:
- Minum 2 galas air sebelum & sesudah makan. Minumlah yang banyak sepanjang hari.
- Keju
- Kepala susu (rum)
- Havermout
- Pisang

Makanan yang tidak berbahaya:
- Telor rebus
- Biskuit (roti marie)
- Kentang rebus
- Ketela
- Supermie
- Pisang yang masak

Makanan yang membuat borok semakin parah:
- Minuman keras
- Kopi
- Rokok
- Cabai dan merica
- Makanan berlemak
- Minuman yang mengandung soda (coca- cola, dan lain-lain).

PERHATIAN:
1. Susu dahulu dianggap salah satu obat terbaik bagi borok lambung. Pendapat tersebut sekarang telah ditinggalkan. Jangan minum susu sebagai obat borok lambung. Hal ini disebabkan karena ternyata susu dapat meningkatkan produksi asam lambung, bukan sebaliknya.
2. Jangan minum obat-obat tertentu seperti tablet Fe (besi), aspirin, corticosterroid, bahkan antacid seperti sodium bicarbonat karena hanya mempunyai pengaruh sementara, lalu segera diikuti rangsangan lebih banyak sekresi asam lambung.
3. Obat antacid yang paling aman adalah magnesium dan aluminium hidroxida.
Sangatlah penting segera obati borok lambung. Kalau dibiarkan penyakit ini akan menjadi lebih berbahaya seperti terjadi perdarahan dan peritonitis. Borok lambung biasanya akan lebih baik bila pasien dapat mengatur cara makannya (makan lebih sering dalam porsi kecil) dan minumannya (minum lebih banyak). Hidup lebih hati-hati; hindari stress, suka marah dan gelisah. Semua ini meningkatkan sekresi asam lambung.


Cobalah belajar hidup lebih rilex dan tentram, diikuti dengan pengobatan sehingga akan mencegah kambuhnya penyakit ini. Pengobatan awal borok lambung atau borok usus merupakan tindakan yang penting. Kalau tidak, penyakit ini dapat menimbulkan radang selaput perut atau perdarahan yang berbahaya. Borok lambung biasanya akan membaik jika penderita berhati-hati dengan makanan dan minumannya. Kemarahan, ketegangan dan kegelisahan dapat memperburuk keadaan. Belajarlah hidup santai dan tetap tenang. Perhatian sepenuhnya sangat diperlukan supaya borok lambung tidak kambuh kembali.

Cara yang lebih baik ialah menghindari penyakit borok lambung dan usus dengan cara makan dengan bijaksana, tidak minum minuman keras dan tidak merokok.

Sembelit (konstipasi)
Seorang yang kotorannya keras dan tidak dapat buang air besar selama 2 hari atau lebih dikatakan menderita sembelit. Sembelit seringkali disebabkan karena makanan yang kurang tepat (terutama kurang makan buah-buahan, sayuran hijau atau makanan dengan serat alami), atau karena kurangnya gerak badan.
Minum lebih banyak air dan makan lebih banyak buah-buahan, sayuran serta makanan dengan serat alami (seperti singkong dan jagung) lebih balk daripada minum obat urus-urus (cuci perut). Orang yang berusia lanjut harus lebih sering berjalan-jalan dan melakukan gerak badan agar buang air besarnya teratur.
Seseorang yang tidak dapat buang air besar selama 3 hari atau lebih, dan tidak menderita gangguan berupa nyeri yang menusuk pada perutnya, dapat minum obat pencuci perut yang ringan (seperti susu magnesia atau megnesium hidroxidal). Akan tetapi, jangan terlalu sering menggunakan obat pencuci perut.

Jangan sekali-kali memakai obat pencuci perut yang keras, terutama Jika ada nyeri perut.

Penyakit gondok (Pembengkakan atau benjolan pada leher)
Penyakit gondok adalah pembengkakan atau benjolan besar pada leher sebelah depan (pada tenggorokan) dan terjadi akibat pertumbuhan kelehjar gondok yang tidak normal. Kebanyakan penyakit gondok disebabkan oleh kekurangan yodium dalam makanan. Demikian pula, kukurangan yodium pada wanita hamil kadang-kadang menyebabkan bayi meninggal dunia atau dilahirkan dengan kelambatan mental dan/atau tuli (kretinisme). Hal ini dapat terjadi, walaupun ibu tidak menderita penyakit gondok.

Bagaimana mencegah atau mengobati penyakit gondok dan mencegah kretinisme:
- Semua orang yang tinggal di daerah endemis (daerah yang banyak penderita) gondok harus menggunakan garam beryodium. Garam beryodium dapat mencegah penyakit gondok dan dapat menyembuhkan benjolan gondoknya. (Namun, benjolan gondok yang lama dan keras hanya dapat dihilangkan dengan pembedahan/operasi, tetapi tindakan ini tidak selaiu diperlukan).
- Apabila tidak dapat memperoleh garam beryodium, gunakanlah yodium tinctura (larutan yodium dalam alkohol). Masukkan 1 tetes larutan. tersebut dalam segelas air dan minumlah setiap hari. HATI-HATI: terlalu banyak larutan yodiurn dapat menimbulkan keracunan. Minumlah hanya 1 tetes sehari. Simpanlah botolnya di tempat yang tidak terjangkau oleh anak-anak. Garam beryodium merupakan cara pengobatan yang jauh lebih aman.
- Kebanyakan cara pengobatan rakyat untuk penyakit gondok tidak manjur. Akan tetapi, makan kepiting atau makanan laut lainnya dapat membantu penyembuhan karena makanan tersebut mengandung yodium. Mencampurkan sedikit ganggang laut dalam makanan juga menambah kadar yodium. Namun, cara termudah ialah dengan menggunakan garam beryodium.

Pustaka
Ilmu Kebidanan : Patologi dan Fisiologi Persalinan

Penyebab dan penatalaksanaan nyeri uluhati pada kehamilan

Refluks asam atau 'nyeri uluhati' (heartburn) yang terjadi selama kehamilan merupakan masalah yang relatif sering dijumpai dan mengenai 45-85 persen ibu hamil (Broussard & Richter, 1998). Penanganan gejalanya dapat dilakukan lewat penyesuaian gaya hidup atau salah satu dari beragam obat yang sebagian besar di antaranya tersedia di toko-toko obat. Refluks lambung cenderung terjadi untuk pertama kalinya pada kehamilan karena adanya perubahan dalam traktus gastrointestinal bagian atas yang mencapai taraf maksimalnya pada kehamilan sekitar 36 minggu.

Konsekuensi perubahan ini adalah:
- sfingter esofagus distal yang tidak bekerja dengan efektif;
- motilitas dan tonus lambung yang menurun;
- pengosongan lambung yang lambat.

Relaksasi traktus gastrointestinal selama kehamilan disebabkan oleh perubahan hormonal:
- peningkatan kadar progesteron;
- penurunan kadar motilin (hormon traktus gastrointestinal);
- peningkatan kadar enteroglukagon (hormon traktus gastrointestinal);

Perubahan ini akan meningkatkan bahaya aspirasi lambung selama anestesi. Dalam tempo tiga tahun ini, aspirasi isi lambung pada saat dilakukannya anestesi umum menjadi penyebab utama kematian ibu yang sebenarnya bisa dihindari. Untuk mengurangi bahaya ini, sebagian dokter spesialis anestesi memberi obat-obat yang mengurangi keasaman dan volume isi lambung pada semua wanita yang sedang bersalin serta cenderung memerlukan tindakan bedah emerjensi pada saat persalinannya itu.

Sebelum menjalani pembiusan, ibu hamil dapat menerima:
- metoklopramid untuk mengurangi isi lambung;
- ranitidin;
- natrium sitrat.
(Brunton, 1996; Rowe, 1997).

Kepada ibu hamil harus diingatkan bahwa mereka dapat mengalami refluks isi lambung dalam stadium terakhir kehamilannya dan disarankan untuk mengurangi distensi lambungnya dengan makan sedikit-seeing dan memakan buah serta meminum cairan pada saat yang berbeda dengan waktu makan. Keasaman lambung dapat dikurangi dengan berhenti merokok dan mengatur dietnya. Duduk membungkuk atau berbaring rata, mengunyah permen dan makan makanan yang berlemak akan meningkatkan refluks.

Jika digunakan obat-obatan untuk mengurangi sekresi atau aktivitas asam lambung, fungsi asam lambung yang normal akan terganggu. Hal ini penting khususnya bila obat-obatan tersebut diberikan dalam waktu yang lama.

Faktor yang meningkatkan keasaman lambung
- alkohol
- kafein
- hipoglikemia (melewatkan waktu makan)
- asupan kalsium yang linggi (termasuk penggunaan beberapa preparat antasid)
- adrenalin/epinefrin (yang dilepaskan dalam keadaan marah)

Pustaka
Farmakologi Kebidanan Oleh Sue Jordan

Pendapat yang salah mengenai makanan bagi sang Ibu

Berikut ini adalah pendapat yang salah mengenai makanan tertentu bagi sang Ibu:
1. Makanan untuk Ibu hamil:
Ada kepercayaan bahwa selama hamil, ibu tidak boleh makan daun kacang panjang, karena bisa menyebabkan perdarahan ari-ari (perdarahan pada hamil tua).

2. Makanan bagi ibu setelah melahirkan:
Di banyak daerah ada kepercayaan yang terkenal dan berbahaya, yaitu seorang ibu yang baru melahirkan tidak boleh makan makanan tertentu. Misalnya di daerah pedesaan Pulau Jawa, seorang ibu yang baru melahirkan dilarang makan makanan yang mengandung minyak, telor, daging, ikan, sapi, karena dianggap bahwa air susu ibu akan menjadi amis atau berbau. Pembatasan makanan secara tradisional ini (yang melarang ibu makan makanan bergizi dan hanya memberbolehkan sedikit sup dari beras dan jagung) dapat membuat ibu menjadi lemah dan menderita kekurangan darah. Kepercayaan ini bahkan dapat menyebabkan kematiannya, karena menurunkan daya tahan tubuh terhadap perdarahan dan infeksi.



Seorang ibu yang baru melahirkan harus makan makanan yang paling bergizi yang dapat diperolehnya




Agar dapat mengatasi infeksi atau perdarahan dan agar dapat menghasilkan air susu yang cukup untuk bayinya, seorang ibu harus banyak makan makanan pembentuk jaringan tubuh, seperti buncis, telur, ayam, hasil-hasil pengolahan susu (keju, dan lain-lain), daging, ikan, buah-buahan dan sayuran. Tidak satu pun dari makanan ini membahayakan kesehatan, sebaliknya justru akan memberikan kesehatan yang lebih baik.

3. Demikian juga tidak benar bahwa jeruk, jambu atau buah-buahan lainnya tidak baik bagi penderita demam, pilek atau batuk. Justru sebaliknya, buah-buahan seperti jeruk dan tomat mengandung banyak vitamin C yang dapat menolong mengatasi selesma (pilek) dan infeksi.

Pustaka
Ilmu Kebidanan : Patologi dan Fisiologi Persalinan

Selasa, 23 November 2010

Penyulit Persalinan: Penyimpangan Jalan Lahir

Persalinan yang normal—eutasia—apabila ketiga faktor penting telah membuktikan kerja sama yang baik sehingga persalinan berlangsung spontan, aterm, dan hidup. Keadaan demikian menunjukkan bahwa ketiga faktor power (P), passage (P), dan passenger (P) telah bekerja sama dengan baik tanpa terdapat intervensi sehingga persalinan berjalan dengan mulus. Dapat pula ditambahkan faktor lainnya, seperti faktor kejiwaan penderita dan penolong tetapi kedua faktor tambahan tidak banyak berfungsi dalam menentukan jalannya persalinan.

Dengan faktor 3 P, kemungkinan besar terdapat kelainan yang mempengaruhi jalannya persalinan, sehingga memerlukan intervensi persalinan untuk mencapai well born baby dan well health mother. Persalinan yang memerlukan bantuan dari luar karena terjadi penyimpangan dari 3 P disebut persalinan distosia.
Kelainan yang terdapat pada masing-masing faktor dapat dirinci sebagai berikut:
1. Power. kekuatan his dan mengejan.
His:
• Inersia uteri: primer, sekunder.
• Tetania uteri.
• His yang tidak terkoordinasi.
• Kelelahan ibu mengejan.
• Salah pimpinan kala kedua.

2. Passage: jalan lahir.
• Kelainan bentuk panggul.
• Kesempitan panggul.
• Ketidakseimbangan sefalopelvik.
• Kelainan jalan lahir lunak.

3. Passenger
• Kelainan bentuk dan besar janin: anensefalus, hidrosefalus, janin mak-rosomia.
• Kelainan pada letak kepala: presentasi puncak, presentasi muka, presentasi dahi, kelainan posisi oksiput.
• Kelainan letak janin: letak sUngsang; letak lintang dan atau letak mengolak; presentasi rangkap (kepala tangan, kepala kaki, kepala tali pusat).

4. Tumor pada jalan lahir:
• Kelainan tulang pada jalan lahir.
• Tumor yang berasal dari: indung telur. otot rahim (mioma uteri) terfiksir pada pelvik minor.
• Tumor yang berasal dari vagina.

His (kekuatan kontraksi otot rahim)
His normal mempunyai sifat:
• Kontraksi otot rahim mulai dari salah saw tanduk rahim.
• Fundal dominan, menjalar ke seluruh otot rahim.
• Kekuatannya seperti memeras isi whim.
• Otot rahim yang telah berkontraksi tidak kembali ke panjang semula sehingga terjadi retraksi dan pembentukan segmen bawah rahim.

Kelainan kontraksi otot rahim adalah:
1. Inersia uteri.
His yang sifatnya lemah. pendek. dan jarang dari his normal yang terbagi menjadi:
a. Inersia uteri primer.
• Bila sejak semula kekuatannya sudah lemah

b. Inersia uteri sekunder.
• His pernah cukup kuat, tetapi kemudia melemah.
• Dapat ditegakkan dengan melakukan evaluasi pada pembukaan, pada
bagian terendah terdapat kaput, dan mungkin ketuban telah pecah.

His yang lemah dapat menimbulkan hahaya terhadap ibu maupun janin sehingga memerlukan konsultasi atau merujuk penderita ke rumah sakit. puskesmas atau dokter spesialis.

2. Tetania uteri.
His yang terlalu kuat dan terlalu sering, sehingga tidak terdapat kesempatan relaksasi otot rahim. Akibat dari tetania uteri dapat terjadi:

a. Persalinan presipitatus.
Persalinan yang berlangsung dalam waktu tiga jam. Akibatnya mungkin fatal:
• Terjadi persalinan tidak pada tempatnya.
• Terjadi trauma janinpkarena tidak terdapat persiapan dalam persalinan.
• Trauma jalan lahir ibu yang luas dan menimbulkan perdarahan, inversio uteri.

b. Tetania uteri menyebabkan asfiksia intrauterin sampai kematian janin dalam rahim.
3. Inkoordinasi kontraksi otot rahim.
Keadaan inkoordinasi kontraksi otot rahim dapat menyebabkan sulitnya kekuatan otot rahim untuk dapat meningkatkan pembukaan atau pengusiran janin dari dalam rahim.

Penyebab inkoordinasi kontraksi otot rahim adalah:
• faktor usia penderita relatif tua
• pimpinan persalinan
• karena induksi persalinan dengan oksitosin
• rasa takut dan cemas.

Bagaimana bidan menangani kelemahan his primer maupun sekunder di tengah masyarakat? Dalam menghadapi persalinan, bidan melakukan observasi yang meliputi his (H), kortonen (C), lingkaran Bandle (B), dan penurunan (P) yang sangat penting sehingga terjadinya perubahan yang dapat merugikan menjadi titik awal evaluasi untuk menetapkan sikap menyelesaikan persalinan.

Dengan anjuran untuk melakukan pertolongan persalinan memakai partograf WHO, diharapkan penderita dapat dikirim pada saat mencapai garis waspada sehingga keadaan janin dan ibu tiba di rumah sakit yang mempunyai fasilitas dalam keadaan optimal. Metode partograf tersebut diharapkan dapat memperkecil kejadian persalinan kasep (terlantar) yang mempunyai angka kesakitan dan kematian yang tinggi pada ibu mauptin janin.
Dengan dasar itu diharapkan bidan di desa dapat meningkatkan pertolongan persalinan dengan partograf WHO, melakukan observasi, melakukan evaluasi, dan selanjutnya meningkatkan usaha untuk melakukan rujukan.

Passage atau jalan lahir
Jalan lahir merupakan komponen yang sangat penting dalam proses persalinan yang terdiri dari jalan lahir tulang dan jalan lahir lunak. Proses persalinan merupakan proses mekanis yang melibatkan tiga faktor, yaitu jalan lahir, kekuatan yang mendorong, dan akhirnya janin yang didorong dalam satu mekanis tertentu dan terpadu. Dari ketiga komponen tersebut hanya kekuatan (his dan mengejan) yang dapat dimanipulasi dari luar tanpa membahayakan janin dalam proses persalinan.

Jalan lahir merupakan komponen yang tetap. artinya dalam konsep obstetri modern tidak diolah untuk dapat melancarkan proses persalinan kecuali jalan lunak pada keadaan tertentu tanpa membahayakan janin. Jalan lahir tulang mempunyai kriteria sebagai berikut:
• Pintu atas panggul dengan distansia transversalis kanan kiri lebih panjang dari muka belakang.
• Mempunyai bidang tersempit pada spina ischiadica.
• Pintu bawah panggul terdiri dari dua segi tiga dengan dasar pada tuber ischii, ke depan dengan ujung simfisis pubis, ke belakang ujung sacrum.
• Pintu atas panggul menjadi pintu hawah panggul, seolah-olah herputar sembilan puluh derajat.
• Jalan lahir depan panjang 4,5 cm sedangkan jalan lahir belakang panjangnya 12,5 cm.
• Secara keseluruhan jalan lahir merupakan corong yang melengkung ke depan, mempunyai bidang sempit pada spina ischiadica, terjadi perubahan pintu atas panggul lehar kanan kiri menjadi pintu hawah panggul dengan lebar ke depan dan belakang yang terdiri dari dua segitiga.

Dengan demikian jalan lahir tulang sangat menentukan proses persalinan apakah dapat berlangsung melalui jalan biasa atau melalui tindakan operasi dengan kekuatan dari luar. Yang perlu mendapatkan perhatian bidan di daerah pedesaan adalah kemungkinan ketidakseimbangan antara kepala dan jalan lahir dalam bentuk disproporsi sefalopelvik. Sehagai kriteria kemungkinan tersehut terutama pada primigravida dapat diduga bila dijumpai:
• Kepala janin belum turun pada minggu ke 36 yang disebabkan janin terlalu hesar, kesempatan panggul, terdapat lilitan tali pusat dan terdapat hidrosefalus.
• Kelainan letak: letak lintang, letak sungsang.
• Pada multipara kemungkinan kesempitan panggul dapat diduga riwayat persalinan yang huruk dan persalinan dengan tindakan operasi.

Dengan mempertimbangkan keadaan tersehut dapat diperkirakan persalinan akan mengalami kesulitan sehingga perlu dikonsultasikan atau segera dirujuk agar mendapatkan penanganan yang adekuat.

Kelainan pada jalan lahir lunak dapat terjadi gangguan pemhukaan terutama:
1. Serviks.
a. Serviks'yang kaku.
• Terdapat pada primi tua primer atau sekunder.
• Serviks yang mengalami banyak cacat perlukaan (sikatrik).

b. Serviks gantung.
• Osteum uteri eksternum terbuka lebar, namun osteum uteri internum tidak dapat terbuka.

c. Serviks konglumer.
• Osteum uteri internum terbuka, namun osteum uteri eksternum tidak terbuka.

d. Edema serviks.
• Terutama karena kesempitan panggul, serviks terjepit antara kepala dan jalan lahir sehingga terjadi gangguan sirkulasi darah dan cairan yang menimbulkan edema serviks.

e. Serviks duplek karena kelainan kongenital.

2. Vagina.
Kelainan vagina yang dapat mengganggu perjalanan persalinan:
• Vagina septum: transvaginal septum vagina, longitudinal septum vagina.
• Tumor pada vagina.

3. Himen dan perineum.
Kelainan pada himen imperforata, atau himen elastik pada perineum terjadi kekakuan sehingga memerlukan episiotomi yang luas.
Passenger (janin dan plasenta)
Kepala janin (bayi) merupakan bagian penting dalam proses persalinan dan memiliki ciri sebagai berikut:
• Bentuk kepala oval, sehingga setelah bagian besarnya lahir, maka bagian lainnya lebih mudah lahir.
• Persendian kepala berbantuk kogel, sehingga dapat digerakkan ke segala arah, dan memberikan kemungkinan untuk melakukan putar paksi dalam.
• Letak persendian kepala sedikit ke belakang, sehingga kepala melakukan fleksi untuk putar paksi dalam.

Setelah persalinan kepala, badan janin tidak akan mengalami kesulitan. Pada beberapa kasus dengan anak yang besar pada ibu dengan diabetes melitus, terjadi kemungkinan kegagalan persalinan bahu. Persalinan bahu yang berat cukup berbahaya karena dapat terjadi asfiksia. Persendian leher yang masih lemah dapat merusak pusat-pusat vital janin yang berakibat fatal.

Pada letak sungsang dengan mekanisme persalinan kepala dapat mengalami kesulitan karena persalinan kepala terbatas dengan waktu sekitar 8 menit dan tulang dasar kepala tidak mempunyai mekanisme maulage, yang dapat memperkecil volume tanpa merusak jaringan otak. Dengan demikian persalinan kepala pada letak sungsang atau versi ekstraksi letak lintang harus dipertimbangkan agar tidak menimbulkan morbiditas yang lebih tinggi.
Persalinan fisiologis menempati jumlah terbesar 97% dengan oksiput bertindak sebagai hipomoklion, dan lingkaran suboksipito- bregmatika sebesar 32 cm melalui jalan lahir. Berbagai posisi kepala janin dalam kondisi defleksi dengan lingkaran yang melalui jalan lahir bertambah panjang sehingga menimbulkan kerusakan yang makin besar. Pada keadaan presentasi rangkap karena volume janin yang melalui jalan lahir makin besar, di samping terjadi jepitan bagian kecil, yang dapat menimbulkan persoalan baru. Kedudukan rangkap yang paling berbahaya adalah antara kepala dan tali pusat, sehingga makin turun kepala makin terjepit tali pusat, menyebabkan asfiksia sampai kematian janin dalam rahim.

Tumor pada jalan lahir
Tumor jalan lahir dapat menghalangi proses persalinan dengan jalan menghalangi turunnya kepala atau bagian terendah. Tumor berasal dari ovarium yang bertangkai, mioma uteri yang bertangkai, sehingga dalam perjalanan persalinan dapat terfiksir di pelvis minor. Tumor yang berasal dari vagina sebagian besar dalam bentuk kista, sehingga tidak banyak mengganggu perjalanan persalinan, hanya dengan jalan mengeluarkan isinya melalui pungsi.
Untuk dapat mengetahui secara dini terjadinya proses persalinan distosia, dilakukan evaluasi setiap faktor yang mengalami kelainan pungsi. sehingga persalinan yang berjalan abnormal dapat diketahui dengan past'.

Bentuk intervensi dari luar yang dapat dipertimbangkan adalah:
I. Melakukan induksi persalinan.
• Memecahkan ketuban
• Memberikan suntikan/infus oksitosin atau lainnya

2. Menyelesaikan persalinan dengan tindakan operasi pervaginam.
• Persalinan dengan ekstraksi vakum atau ekstraksi forsep
• Pertolongan persalinan letak sungsang atau lintang

3. Pertolongan persalinan dengan seksio sesarea.
Upaya menyelesaikan pertolongan persalinan dengan intervensi kekuatan dari luar bukan tugas utama bidan, sehingga setiap persalinan yang diduga akan mengalami kesulitan sudah dirujuk ke pusat dengan fasilitas yang mencukupi.

Referensi
Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan Oleh Prof. Dr. Ida Bagus Gde Manuaba

Selasa, 16 November 2010

Kalori yang dibutuhkan ibu hamil

Untuk proses pertumbuhan, janin memerlukan tenaga. Oleh karena itu, saat hamil, ibu memerlukan tambahan jumlah kalori. Sumber kalori utama adalah hidrat arang dan lemak. Bahan makanan yang banyak mengandung hidrat arang adalah golongan padi-padian (mis., beras dan jagung), golongan umbi-umbian (mis., ubi dan singkong), dan yang lain, misal, sagu. Selain sebagai sumber tenaga, bahan makanan yang tergolong padi-padian merupakan sumber protein, zat besi, fosfor, dan vitamin.

Pada masa kehamilan trimester III, nafsu makan meningkat sehingga ada kecenderungan wanita hamil lebih banyak makan. Makanan yang banyak mengandung hidrat arang lebih sering dipilih karena harga lebih murah. Akibatnya, jumlah kalori yang dimakan menjadi terlalu banyak. Keadaan ini menyebabkan badan menjadi terlalu gemuk dan kurang baik pengaruhnya terhadap kehamilan. Pada kehamilan trimester III, kenaikan berat badan setiap minggu hendaknya tidak melebihi 500 gram. Jika melebihi, jumlah kalori yang dimakan harus dikurangi.

PROTEIN
Protein adalah zat utama untuk membangun jaringan bagian tubuh. Seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan janin serta perkembangan payudara ibu, keperluan protein pada waktu hamil sangat meningkat. Kekurangan protein dalam makanan ibu hamil mengakibatkan bayi akan lahir lebih kecil dari normal. Kekurangan tersebut juga mengakibatkan pembentukan air susu ibu dalam masa laktasi kurang sempurna.

Sumber zat protein yang berkualitas tinggi adalah susu. Susu merupakan minuman yang berkualitas tinggi untuk memenuhi kebutuhan wanita hamil terhadap zat gizi karena mengandung protein, kalsium, fosfor, vitamin A, serta vitamin BI dan B2. Sumber lain meliputi sumber protein hewani (mis., daging, ikan, unggas, telur, dan kerang) dan sumber protein nabati (mis., kacang-kacangan (mis., kedelai, kacang tanah, dan kacang toloj) dan basil kacang-kacangan (mis., tabu dan tempe).

LEMAK
Lemak merupakan sumber kalori. Lemak penting untuk memperoleh jenis vitamin yang larut dalam lemak, misalnya vitamin A.

MINERAL
Selama proses pertumbuhan, sangat diperlukan berbagai mineral, misalnya kalsium dan fosfor untuk pertumbuhan tulang. Zat besi diperlukan untuk pembentukan darah.

Kalsium Garam Kapur
Garam kapur bersama dengan garam fosfor diperlukan untuk pembentukan tulang dan gigi janin. Kekurangan garam kapur waktu hamil tidak akan mengganggu pertumbuhan tulang janin. Garam kapur yang diperlukan akan diperoleh dari tulang ibu. Dengan demikian, keadaan garam kapur ibu terkuras sehingga gigi ibu akan rusak dan tulangnya rapuh. Garam kapur banyak terdapat pada susu. Bahan makanan lainnya adalah teri kering, kacang-kacangan, daun melinjo, dan bayam.

Zat Besi
Zat besi diperlukan untuk pembentukan darah. Pada saat hamil, keperluan zat besi sangat meningkat untuk pembentukan darah janin dan persediaan bayi selama masa laktasi (6 bulan sesudah dilahirkan). Persediaan ini diperlukan karena air susu ibu tidak mengandung garam besi. Zat besi diberikan untuk persediaan ibu sebagai cadangan untuk mengganti darah yang hilang pada waktu persalinan.

VITAMIN
Dalam berbagai proses tubuh, berbagai macam vitamin berperan penting dan merupakan zat yang mutlak diperlukan. Dalam proses pertumbuhan janin, kebutuhan terhadap zat vitamin selama hamil meningkat.

Vitamin A
Vitamin A penting untuk pertumbuhan tulang dan gigi. Vitamin A meningkatkan daya tahan terhadap infeksi dan diperlukan untuk pemeliharaan jaringan mata. Sumber vitamin A dari hewani adalah minyak ikan dan kuning telur, sedangkan dari nabati adalah wortel, sayur berdaun hijau, dan buah berwarna merah, misalnya tomat, pepaya.

Vitamin B Kompleks
Vitamin B kompleks mengandung vitamin Bl, B2, B6, dan lain-lain. Untuk penyempurnaan pertumbuhan janin, vitamin B kompleks diperlukan. Vitamin Bl penting dalam pembakaran hidrat arang untuk menghasilkan tenaga dan penting untuk saraf. Kekurangan vitamin B1 menyebabkan sakit beri-beri. Bahan makanan yang banyak mengandung vitamin B1 dari hewani adalah telur, ginjal, dan otak ikan, sedangkan dari nabati adalah beras tumbuk, kacang-kacangan, beras merah, dan sayur (mis., daun singkong dan daun kacang panjang).

Vitamin C
Vitamin C berperan penting dalam memelihara jaringan tubuh, terutama selaput lendir. Vitamin C meningkatkan daya tahan terhadap infeksi. Kekurangan vitamin C mengakibatkan sariawan mulut dan usus. Bahan makanan yang mengandung vitamin C adalah buah berwarna kuning dan sayuran segar.

Diabetes Melitus dan Kehamilan

Diabetes
Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis dan terjadi karena defisiensi insulin atau resistensi insulin. Penyakit diabetes tipe I (awitan pada usia remaja [juvenile onset]) ditandai dengan defisiensi absolut insulin yang terjadi karena kekurangan sel-sel beta dalam pulau-pulau Langerhans pankreas; penanganannya berupa terapi sulih hormon. Penyakit diabetes tipe II (awitan pada usia dewasa [maturity onset]) berkaitan dengan pelbagai derajat defisiensi insulin dan resistensi insulin; penanganannya dapat berupa pengaturan makan atau diet, pemberian obat-obat hipoglikemi oral atau insulin. Untuk menghasilkan pengendalian gula darah yang adekuat, semua ibu hamil yang menderita diabetes harus mendapatkan terapi insulin.

Diabetes gestasional (diabetes kehamilan) terjadi bila simpanan insulin ibu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan ekstra pada kehamilan. Lima puluh persen ibu hamil yang terkena diabetes gestasional akan menderita diabetes tipe II di kemudian hari. Meskipun mungkin tanpa gejala, penyakit diabetes gestasional harus ditemukan karena bila tidak, kelainan seperti makrosomia neonatal serta hipoglikemia neonatal mungkin tidak diketahui dan tidak ditangani dengan tepat. Risiko terjadinya anomali kongenital berkaitan langsung dengan derajat hiperglikemia pada saat diagnosis ditegakkan (Schaefer-Graf et al, 2000). Diabetes gestasional yang tidak terdeteksi juga berkaitan dengan peningkatan insidens pre-eklampsia. Sebagian pakar kesehatan yang berwenang berpendapat bahwa semua ibu hamil harus menjalani skrining untuk menemukan diabetes gestasional lewat pemeriksaan kadar glukosa plasma dan/atau tes toleransi glukosa (Soares et al, 1997; Jarrett, 1997; Perucchini et al, 1999; Van Way, 1999; Dornhorst & Frost, 2000). Namun demikian, manfaat pemeriksaan yang intensif pada ibu hamil dengan penyakit diabetes gestasional yang ada dalam kadar perbatasan atau borderline (kadar glukosa puasa dalam plasma 4,8-7,8 mmo1/1) memerlukan penyelidikan lebih lanjut (Bancroft et al, 2000).


• Pemeriksaan glukosa urine tidak dapat diandalkan, khususnya pada kehamilan.
• Diabetes didiagnosis berdasarkan hasil pengukuran glukosa darah. Jika glukosa darah puasa di alas 4,8 mmol/liter, ibu hamll harus dikonsulkan untuk pemeriksaan lebih lanjut dan/atau pengukuran ulang (Griffith et al, 1996).
• Tes toleransi glukosa yang mini dapat diatur. Tes ini meliputi minum 50 g glukosa (Lucozade.) yang dilakukan oleh pasien dan satu jam kemudian diikuti dengan pengukuran kadar glukosa darah. Jika nilainya lebih besar dari 7,7 mmol/liter, maka diperlukan tes toleransi glukosa yang lengkap (Campbell & Lees, 2000).
• ibu hamil dengan diabetes gestasional harus menjalani pemeriksaan ulang diabetes pada waktu enam minggu postpartum (Griffith et ., 1996).

Pengendalian glukosa darah
Karna tubuh selalu mengalami perubahan antara saat makan dan puasa, maka glukagon merupakan hormon utama yang menjaga agar konsentrasi glukosa plasma berada dalam batas normal. Insulin mengontrol penyimpanan serta metabolisme makanan yang dimakan dan menjaga pasokan energi tubuh. Tanpa insulin dengan jumlah yang cukup, lintasan metabolik tubuh tidak mampu menghadapi glukosa. Secara langsung atau tidak langsung, insulin akan mempengaruhi fungsi setiap jaringan yang ada di dalam tubuh. Kendati demikian, ada hormon lain yang juga mengatur konsentrasi glukosa plasma, khususnya dalam keadaan stres.

Stres menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah yang disebabkan oleh pelepasan glukagon, kortisol, hormon pertumbuhan dan adrenalin (epinefrin). Karena itu, stresor seperti infeksi, persalinan, sakit, luka, trauma atau pembedahan mengakibatkan hiperglikemia.

Pada hiperglikemia, adrenalin (epinefrin) dilepaskan dengan cepat. Keadaan ini menimbulkan gejala klasik hipoglikemia, yaitu: perspirasi, mual dan mimpi buruk yang secara bersama-sama memberikan 'kesadaran hipoglikemia.' Akan tetapi, sebagian penyandang diabetes kehilangan kesadaran hipoglikemia dan tidak mengalami gejala ape pun ketika kadar gula darahnya turun. Jika pasien mengalami hipoglikemia, keadaan ini tanpa peringatan akan membawa masalah serius yang meliputi konfusi, perilaku abnormal, konvulsi dan koma. Karena adanya bahaya inilah, begitu seorang pasien diabetes kehilangan 'kesadaran hipoglikemia,' ia tidak bisa menjalani terapi insulin yang intensif.

Kebutuhan insulin pada kehamilan
Mortalitas perinatal dan insidens malformasi kongenital yang utama pada ibu hamil dengan diabetes menunjukkan angka 2-15 kali lebih besar dibandingkan pada ibu hamil yang tidak menderita diabetes; angka ini tergantung apakah perawatan yang diterima oleh ibu hamil tersebut berlangsung di rumah sakit lokal atau rumah sakit spesialis (Vaughan, 1995; Casson et al, 1997). Semakin tinggi konsentrasi glukosa ketika diukur untuk pertama kalinya pada saat hamil, semakin jelek prognosis janinnya (Schaefer-Graf et al, 2000). Dalam salah satu seri penelitian, 26 persen kehamilan memiliki basil akhir yang buruk (en 113) (Hawthorne et al, 1997). Angka ini menggambarkan perbaikan yang cukup besar dalam penatalaksanaan kehamilan diabetik selama 20 tahun terakhir ini. Banyak perbaikan tersebut disebabkan oleh kontrol glikemia yang ketat sebelum terjadinya pembuahan dan di sepanjang kehamilannya.

Hiperglikemia
1. Hiperglikemia tidak mudah dikenali tanpa pengukuran kadar glukosa darah yang teratur. Pasien diabetes dan keluarganya harus waspada terhadap tanda dan gejala diabetes seperti ketidakmampuan untuk mengatasi persoalan sehari-hari, perasaan mudah letih, daya ingat yang menurun, perubahan pada suasana perasaan dan penglihatan yang kabur. Hiperglikemia pada kehamilanbahkan hiperglikemia yang sedang sekalipun dapat membahayakan hasil-akhir kehamilan.

2. Pada keadaan hiperglikemia, glukosa akan terikat dengan berbagai protein sehingga terjadi disrupsi protein tersebut dalam pelbagai taraf yang berlainan. Hemoglobin akan mengalami glikosilasi dan hemoglobin yang terglikosilasi ini diukur sebagai HbA1c. Ukuran ini mencerminkan kontrol glikemia selama waktu 8-12 minggu sebelumnya dan meramalkan risiko malformasi janin, khususnya malformasi kardiak (Vaughan, 1995). Defek pada neural tube lebih sering terjadi dan dengan demikian suplemen asam folat harus diberikan sebelum hamil serta dilakukan pemeriksaan skrining.

3. Hiperglikemia akan mempengaruhi pertumbuhan janin yang secara khas mengakibatkan makrosomia. Keadaan ini dan peningkatan risiko distosia bahu akan meningkatkan angka seksio Caesarea hingga melebihi 60 persen dalam satu seri (Hawthorne et al, 1997). Polisitemia fetal dapat menyebabkan ikterus neonatal bila sel-sel darah merahnya mengalami hemolisis pada saat bayi lahir.

4. Hiperglikemia akan merusak jaringan misalnya lensa mats dan saraf. Kerusakan saraf dapat menyebabkan paresis lambung dan hiperernesis.

5. Pada hiperglikemia dapat terjadi kerusakan mikrovaskuler yang mengenai retina dan ginjal. Kerusakan pada ginjal menyebabkan mikroalbuminuria dan hipertensi; kedua komplikasi ini harus dipantau secara teratur. Bagi ibu hamil dengan kenaikan konsentrasi kreatinin serum (> 180 mikromol/l), prognosisnya buruk dalam pengertian hasil-akhir kehamilan, faal ginjal, harapan hidup dan fungsi penglihatannya. Retinopati dapat terjadi atau berjalan dengan cepat selama kehamilan; karena itu, harus diupayakan pemeriksaan mata secara teratur (sebaiknya dengan fotograf) sehingga pengobatannya dapat segera dimulai jika terjadi retinopati. Timbulnya retinopati atau progresivitas retinopati yang berlangsung secara tiba-tiba berkaitan dengan perbaikan kontrol glikemia yang cepat (Pearson, 1993).

6. Sel-sel darah putih pasien diabetes akan terbungkus dengan glukosa sehingga sel-sel tersebut kurang mampu melawan infeksi dan mempercepat kesembuhan. Infeksi seperti ISK merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada pasien diabetes yang hamil dan menjelaskan mengapa terjadi peningkatan risiko keguguran pada pasien tersebut. Terapi profilaksis antibiotik dapat diberikan sesudah dilakukan bedah Caesar (GilImer, 1996).

Kelainan metabolisme lemak
1. Ateroma akan semakin cepat terbentuk pada pasien diabetes dan hal ini meningkatkan risiko timbulnya penyakit kardiovaskuler, serebrovaskuler serta vaskuler perifer pada segala umur. Profil lipid darah harus dipantau.
2. Pasokan darah ke dalam ekstremitas akan terganggu oleh at seance maupun kerusakan mikrovaskuler. Insufisiensi plasenta, polihidramnion dan pre-eklampsia akan terjadi lebih sering.

Ketoasidosis.
Ketoasidosis pada kehamilan merupakan keadaan emerjensi obstetrik dengan angka mortalitas janin berkisar sekitar 50 persen dan angka mortalitas ibu sekitar 5 persen (Griffith et al, 1996). Kehamilan meningkatkan risiko ketoasidosis. Muntah dapat memicu ketosis. Jika muntah hdak dapat dicegah, pasien harus segera masuk rumah sakit dan mendapatkan perawatan yang intensif (Steel dan Johnstone, 1996). Awitan gangguan kesadaran dan gejala konfusi biasanya terjadi secara berangsur-angsur. Kematian janin akibat asidosis dapat terjadi sebelurn ibu jatuh be dalam keadaan sakit yang berat. Poliuria dan muntah akan menimbulkan penipisan cairan serta elektrolit yang beredar dalam sirkulasi darah dan akhirnya akan terjadi kolaps sirkulasi.
Senyawa betas pertama yang diproduksi pada keadaan ketosis (crass keto hidroksibutirat) tidak terdeteksi dengan penieriksaan Ketostix yang standar. Karena its, keadaan ketosis dapat terjadi tanpa diketahui.

Risiko hipoglikemia
Janis bergantung pada glukosa yang bukan hanya sebagai sumber energi tetapi juga untuk sintesis lipid. Kebutuhan ekstra in menyebabkan peningkatan kebutuhan diet ibu sebesar 200-300 kkal per hari (pada ibu yang kurus, kebutuhannya lebih besar lagi). Pengambilan glukosa yang meningkat dari dalam plasma membuat ibu hamil yang bukan pasien diabetes merasa lapar sementara pada ibu hamil yang menderita diabetes menyebabkan hipoglikemia. Selama trimester pertama kehamilan, kadar glukosa plasma akan turtm sekitar 12 persen, dan penurunan ini sebagian terjadi karena hemodilusi; keadaan ini kadang-kadang mengurangi kebutuhan akan insulin (Gillmer, 1996). Hipoglikemia dalam periode perkembangan organ yang menentukan itu (kehamilan hari ke-18 hingga ke-55) dapat menimbulkan malformasi (Campbell & Lees, 2000).

Referensi
Farmakologi Kebidanan Oleh Sue Jordan

Cara Menyusui yang Benar

Sebaiknya, bayi normal diberi ASI segera sesudah ibu dapat menyusui, misalnya 1-3 jam sesudah melahirkan. Hal ini dilakukan untuk mencegah kekurangan kadar gula darah pada bayi. Kadang, ASI belum keluar, yang keluar adalah kolostrum (tahap permulaan dari ASI, berwarna putih kekuningan).

Kolostrum jangan dibuang dan tetap diberikan pada bayi sebab banyak mengandung zat kekebalan. Diusahakan ASI diberikan sampai umur dua tahun dan minimal empat bulan, tanpa diberikan makanan tambahan. Meneteki bayi segera setelah melahirkan juga membantu mempercepat proses pengecilan rahim secara alami dan mengurangi bahaya perdarahan sesudah melahirkan. Sebaiknya,ASI diberikan sampai bayi kenyang, yang biasanya membutuhkan waktu 5-10 menit. Jika baru menetek beberapa menit dan sudah tertidur, bayi perlu dirangsang untuk melanjutkan mcnyusu. Jika dengan satu sisi payudara bayi belum kenyang, bayi perlu diberi ASI dari payudara yang lain.

Bayi yang belum puas minum biasanya akan minta minum kembali sesudah 2 1/2-3 1/2 jam kemudian. Sebaiknya, satu payudara dihabiskan sampai kosong. ASI yang diberikan atas permintaan bayi, berlaku bagi ibu yang dapat mengasuh bayinya sepanjang hari sehingga ASI dapat diproduksi lebih banyak. Menyusui menurut jadwal tertentu menyebabkan produksi ASI berkurang karena pengosongan payudara juga kurang, tetapi hal ini terpaksa dilakukan oleh ibu yang bekerja.

1.Sanggah payudara kiri ibu dengan keempat jari tangan kanan di bawahnya dan ibu jari di atasnya, tetapi tidak di bagian yang berwarna hitam.
2.Sentuh mulut bayi dengan puting susu, tunggu sampai bayi membuka mulutnya lebar-lebar.
3.Tengadahkan sedikit kepala bayi dan segera masukkan seluruh puting susu serta sebanyak mungkin daerah yang kehitaman ke dalam mulut bayi, sehingga puting susu terletak di antara lidah dan langit-langit mulut bayi. Dekap bayi ke tubuh dengan lengan kiri. Ujung hidung bayi harus menyentuh payudara. Dengan ibu jari, tekan sedikit bagian atas payudara kiri agar bayi dapat bernapas dengan baik.
4. Lepaskan isapan bayi setelah selesai menyusu, tekan dagunya atau pijat hidungnya. Atau masukkan jari kelingking yang bersih ke sudut mulutnya. Setelah itu, sebelum menyusui dengan payudara sebelahnya, serdawakan bayi agar ia tidak muntah (gumoh). Cara menyusui yang tepat harus dilakukan ibu agar pengeluaran ASI tidak terganggu dan bayi dapat menggunakan kemampuan untuk memperoleh kenyamanan pada saat menyusu pada ibunya. Pada saat menyusui, usahakan ibu dalam keadaan tenang dan bebas gangguan psikologis (misalnya, sedih dan keluarga tidak harmonis).

Pustaka
Kehamilan normal Seri asuhan kebidanan Oleh Hj. Saminem, SKM

Kala-tiga persalinan dan perdarahan postpartum

Risiko terjadinya perdarahan postpartum yang meliputi berbagai kejadian yang serius dapat dikurangi (sekitar 40 persen atau dengan risiko relatif 2,42) lewat penatalaksanaan-aktif kala-tiga persalinan yang mencakup pemberian obat-obat golongan oksitosik. Insidensi anemia (Hb < 10 g/dL) postpartum juga akan berkurang (Nordstrom et al, 1997; Rogers et al, 1998). Pada ibu hamil dengan risiko yang rendah, kehilangan darah yang berkaitan dengan 'penatalaksanaan fisiologis' kala tiga dapat bergantung pada teknik yang digunakan oleh bidan (Begley, 1990a). Meskipun penatalaksanaan aktif akan memperpendek kala tiga persalinan, tindakan tersebut akan disertai dengan peningkatan gejala muntah dan hipertensi (Prendiville et al, 2000).

Uji-klinik terkontrol acak (n = 3497, 2189) terhadap pemberian oksitosin saja (intramuskuler atau intravena) versus pemberian oksitosin plus ergometrin menunjukkan bahwa oksitosin (5 atau 10 unit) yang digunakan tunggal akan mengurangi secara signifikan gejala mual, muntah, sakit kepala, perspirasi, sesak napas, nyeri dada, kenaikan tekanan darah serta bradikardia yang ditimbulkannya, dan pemberian oksitosin saja sama efektifnya dalam pencegahan kehilangan darah yang melebihi satu liter (McDonald et al, 1993; Khan et al, 1995; Soriano et al, 1996; McDonald et al, 2000). Namun, takaran optimal oksitosin masih memerlukan penelitian lebih lanjut (de Groot et al, 1998).

Karena adanya perbedaan pada profil efek samping yang diperlihatkan oleh obat-obat tersebut, beberapa penulis (Kelsey & Prevost, 1994; Rogers et al, 1998; de Groot et al, 1998; Steer & Flint, 1999a) menyatakan bahwa oksitosin merupakan obat pilihan untuk penanganan profilaksis perdarahan postpartum, sementara ergometrin hanya boleh digunakan jika pemberian oksitosin temyata tidak efektif atau hanya digunakan pada kasus berisiko tinggi. Namun, pemberian oksitosin kini tidak dilisensikan untuk penyuntikan intramuskuler (BNF, 2000), sementara ada banyak ibu hamil yang pembuluh venanya tidak bisa diakses. Karena itu, BNF (2000) merekomendasikan penggunaan ergometrin 500 mikrogram plus 5 unit oksitosin dengan penyuntikan intramuskuler untuk penatalaksanaan rutin kala-tiga persalinan. Menggunaan program ini mengharuskan tindakan skrining yang cermat untuk menyingkirkan ibu hamil yang tidak boleh mendapatkan ergometrin, misalnya ibu hamil dengan preeklampsia. Sebaliknya, 5 unit oksitosin dapat disuntikkan postpartum pada sebagian besar persalinan yang normal (Nordstrom et al, 1997).

Jika tidak tersedia lemari es, tablet misoprostol menjadi pilihan yang dapat diterima dan merupakan obat oksitosik tradisional alternatif dalam penatalaksanaan kala tiga persalinan (El-Refaey et al, 2000; Walley et al, 2000). Walaupun demikian, dengan menggunakan misoprostol dalam dosis yang lebih rendah daripada dosis yang digunakan oleh penyelidik lain (dosis 400 mikrogram dan bukan 600 atau 500 mikrogram), Cook et al (1999) mendapatkan bahwa misoprostol kurang begitu efektif dalam menurunkan intensitas kehilangan darah postpartum jika dibandingkan dengan obat-obat oksitosik tradisional lainnya.

Penulis menyarankan agar penatalaksanaan kala-tiga persalinan dibicarakan dahulu dengan pasien sebagai bagian dalam rencana kelahiran bayinya. Pilihan farmakologis dan profil efek samping yang menyertai harus dibahas dengan semua ibu yang akan melahirkan sehirigga mereka dapat menentukan pilihannya setelah mendapatkan informasi yang benar. Ibu hamil yang menggunakan ergometrin mungkin memerlukan bantuan tambahan, pemahaman dan dukungan dalam memulai serta melanjutkan pemberian ASI kepada bayinya, khususnya jika ibu tersebut juga mendapatkan obat-obat antiemetik dan analgesik yang menimbulkan sedasi.
Perdarahan postpartum yang hebat merupakan keadaan emerjensi yang dapat membawa kematian ibu sehingga semua unit obstetri di rumah sakit harus sudah mempunyai protokol penanganannya. Dalam peristiwa perdarahan postpartum, BNF (2000:365) merekomendasikan pemberian oksitosin (5 unit) lewat penyuntikan intravena secara perlahan-lahan yang kalau perlu diikuti dengan pemberian infus 5-20 unit oksitosin dalam 500 ml larutan glukosa 5 persen. Ergometrin, yang diberikan sendirian atau yang dikombinasikan dengan oksitosin, merupakan preparat alternatif asalkan kemungkinan adanya pre-eklampsia/hipertensi sudah dapat disingkirkan. Carboprost umumnya hanya diberikan pada perdarahan yang hebat.

Referensi
Farmakologi Kebidanan Oleh Sue Jordan

Rabu, 10 November 2010

Langkah-langkah penanganan infertilitas

Pada prinsipnya, evaluasi pada pasangan infertilitas harus memerhatikan faktor wanita dan pria. Pada wanita, perhatikan pemeriksaan fisiknya termasuk endokrin, pemeriksaan ginekologi, karakteristik haid dan galaktorea, serta masa ovulasi. Pada pria, perlu diperhatikan/dianalisis spermanya untuk mengevaluasi pasangan yang infertil. Kategori infertilitas dipengaruhi oleh faktor garnet laki-laki, gamet perempuan, dan faktor saluran genitalia perempuan.

Penanganan infertilitas dapat dibedakan penanganan pada pria. Penanganan pada wanita dapat dibagi dalarn 7 (tujuh) langkah yang digambarkan sebagai berikut:

• Langkah I (anamnesis), cara yang terbaik untuk mencari penyebab infertilitas pada wanita. Banyak faktor penting yang berkaitan dengan infertilitas dapat ditanyakan pada pasien. Anamnesis meliputi hal-hal berikut.
1. Lama fertilitas.
2. Riwayat haid, ovulasi, dan dismenorea.
3. Riwayat sanggama, frekuensi sanggama, dispareunia.
4. Riwayat komplikasi pascapartum, abortus, kehamilan ektopik, kehamilan terakhir.
5. Konstrasepsi yang pernah digunakan.
6. Pemeriksaan infertilitas dan pengobatan sebelumnya.
7. Riwayat penyakit sistematik (tuberkulosis, diabetes melitus, tiroid).
8. Pengobatan radiasi, sitostatika, alkoholisme.
9. Riwayat bedah perut/hipofisis/ginekologi.
10. Riwayat PID, PHS, leukorea.
11. Riwayat keluar ASI.
12. Pengetahuan kesuburan.

• Langkah II (analisis hormonal), dilakukan jika dari hasil anamnesis ditemukan riwayat, atau sedang mengalami gangguan haid, atau dari pemeriksaan dengan suhu basal badan (SBB) ditemukan anovulasi. Hiperprolaktinemia menyebabkan gangguan sekresi GnRH yang akibatnya terjadi anovulasi. Kadar normal prolaktin adalah 5- 25 ng/ml. Pemeriksaan dilakukan antara pukul 7 sampai 10. Jika ditemukan kadar prolaktin >50 ng/ml disertai gangguan haid, perlu dipikirkan ada tumor di hipofisis. Pemeriksaan gonadotropin dapat memberi informasi tentang penyebab tidak terjadinya haid.

• Langkah III (uji pasca-sanggama). Tes ini dapat memberi informasi tentang interaksi antara sperma dan getah serviks. Untuk pelaksa-naan uji pasca-sanggama telah dijelaskan sebelumnya. Jika hasil UPS negatif, perlu dilakukan evaluasi kembali terhadap sperma. Hasil UPS yang normal dapat menyimpulkan penyebab infertilitas suami.

• Langkah IV (penilaian ovulasi). Penilaian ovulasi dapat diukur dengan pengukuran suhu basal badan (SBB). SBB dikerjakan setiap hari pada saat bangun pagi hari, sebelum bangkit dari tempat tidur, atau sebelum makanlminum. Jika wanita memiliki siklus haid berovulasi, grafik akan memperlihatkan gambaran bifasik, sedangkan yang tidak berovulasi gambaran grafiknya monofasik.

Pada gangguan ovulasi idiopatik yang penyebabnya tidak diketahui, induksi ovulasi dapat dicoba dengan pemberian estrogen (umpan balik positif) atau antiestrogen (umpan balik negatif). Untuk umpan balik negatif, diberikan klomifen sitrat dosis 50-100 mg, mulai hari ke-5 sampai ke-9 siklus haid. Jika dengan pemberian estrogen dan klomifen sitrat tidak juga terjadi sekresi gonadotropin, untuk pematangan folikel terpaksa diberikan gonadotropin dari luar.
Cara lain untuk menilai ovulasi adalah dengan USG. Jika diameter folikel mencapai 18-25 mm, berarti menunjukkan folikel yang matang dan tidak lama lagi akan terjadi ovulasi.

• Langkah V (pemeriksaan bakteriologi). Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi dari vagina dan porsio. Infeksi akibat Clamydia trachomatis dan gonokokus sering menyebabkan sumbatan tuba. Jika ditemukan riwayat abortus berulang atau kelainan bawaan pada kehamilan sebelumnya perlu dilakukan pemeriksaan terhadap TORCH.

• Langkah VI (analisis fase luteal). Kadar estradiol yang tinggi pada fase luteal dapat menghambat implantasi dan keadaan seperti ini sering ditemukan pada unexplained infertility. Pengobatan insufisiensi korpus luteum dengan pemberian sediaan progesteron alamiah. Lebih diutamakan progesteron intravagina dengan• dosis 50- 200 mg daripada pemberian oral.

• Langkah VII (diagnosis tuba falopii). Karena makin meningkatnya penyakit akibat hubungan seksual, pemeriksaan tuba menjadi sangat penting. Tuba yang tersumbat, gangguan hormon, dan anovulasi merupakan penyebab tersering infertilitas. Untuk mengetahui kelainan pada tuba tersedia berbagai cara, yaitu uji insuflasi, histerosalpingografi, gambaran tuba falopii secara sonografi, hidrotubasi, dan laparoskopi. Penanganan pada tiap predisposisi infertilitas bergantung pada penyebabnya, termasuk pemberian antibiotik untuk infertilitas yang disebabkan oleh infeksi.

Penanganan pada pria umumnya adalah dengan analisis sperma. Dari hasil analisis sperma dapat terlihat kualitas dan kuantitas dari spermatozoa. Jika ditemukan fruktosa di dalam semen, harus dilakukan tindakan biopsi testis. Jika tidak ditemukan fruktosa di dalam semen, menunjukkan tidak adanya kelainan vesikula dan vasa seminalis yang bersifat kongenital.

Langkah-langkah penanganan infertilitas dari yang paling sederhana, yaitu dengan anamnesis pasangan suami-istri, analisis sperma, uji pasca-sanggama, penilaian ovulasi, pemeriksaan bakteriologi, analisis fase luteal, diagnosis tuba falopii, dan analisis sperma. Penanganan dilakukan secara bertahap dengan mengobati satu atau lebih faktor spesifik. Observasi prospektif dan pengobatan empiris dengan clomiphene atau antibiotik empiris.

Daftar Pustaka
Kebidanan Komunitas Oleh Safrudin, SKM, M.Kes & Hamidah, S.Pd, M.Kes

Selasa, 02 November 2010

Kehamilan Kembar (Ganda)

Kejadian kehamilan kembar berdasarkan:
• Greulich (1930) = 1 : 85.
• Hellin = 1 : 89 ( Hukum Hellin).

Jenis hamil ganda (kembar)
1. Monozigot
a. Homolog-uniovuler.
b. Jenis seks sama.
c. 2 amnion dan 1 korion.
d. 1 plasenta dengan aliran darah bersama.

2. Dizigot
a. 2 amnion-2 korion dan 2 plasenta dengan aliran darah berbeda.
b. Jenis seks berbeda atau dapat juga sama.
c. Kejadian hamil ganda dizigot:
Superkefundasi:
• Kehamilan dua telur (ovum) hampir bersamaan dengan hubu¬ngan seks dalam waktu berdekatan.
Superfetasi:
• Kehamilan kedua terjadi selang waktu beberapa minggu.

Komplikasi kehamilan ganda
1. Trimester pertama
• Emesis gravidarum-hiperemesis gravidarum.
• Lebih sering terjadi anemia hamil.
• Abortus.
2. Trimester kedua/ketiga
a. Persalinan prematuritas.
b. Kehamilan dengan hidramnion.
c. Pre-eklampsia-eklampsia.
d. Kelainan letak.
e. Antepartum bleeding—plasenta previa/solusio plasenta.
f. Gangguan pertumbuhan janin.
- Intrauterine grouth retardation-
- Pertumbuhan prematuritas.
- Terjadi anomali pertumbuhan.

3. Komplikasi pascapartus
a. Atonia uteri dan perdarahan pascapartus.
b. Retensio plasenta atau plasenta rest.
c. Memerlukan tindakan lanjut:
- Akardiakus asefalus
- Akardiakus akornus.
- Akardiakur amorfus sampai akardiakus papiraseus.

d. Terjadi sindrom transfusi:
• Satu janin tumbuh:
• Pertumbuhan janin yang baik.
• Polisetemia.
• Edema.
• Hidramnion.

Janin yang lainnya terjadi:
• Janin kecil sampai meninggal.
• Menderita anemia.
• Dehidrasi.
• Oligohidramnion.

e. Bila ada gangguan dalam segmentasi, dapat terjadi kembar siam (dempet).
• Torakopagus.
• Sifo-omfalopagus.
• Pigopagus.
• Iskiopagus.
• Kraniopagus.

f. Pada hamil dizigot, perbedaan kemampuan tumbuh kembang dapat membahayakan kehidupan lainnya dan menimbulkan:
• Fetus kompresus atau fetus papiraseus.

4. Komplikasi saat inpartu
a. Terjadi inersia uteri primer-sekunder.
b. Persalinan memanjang, kelainan letak janin, dan memerlukan tindakan operasi.
c. Terjadi ketuban pecah saat belum inpartu-permukaan kecil.
d. Terjadi prolapsus tali pusat.
e. Persalinan sulit sampai interlooking.
f. Pada persalinan anak kedua:
• Kelainan letak sehingga memerlukan tindakan operasi.
• Terjadi solusio plasenta.

Dasar diagnosis hamil ganda
1. Teraba
• Dua bokong atau kepala berdekatan atau dua punggung.
• Terasa banyak bagian kecil janin.
• Teraba tiga bagian besar berdekatan.
• Besar rahim melebihi umur kehamilan.
• Terdapat kesan hidramnion.

2. Dengan USG
• Sejak hamil muda sudah dapat ditentukan.
• Hamil tua makin jelas.

Referensi
Kapita selekta penatalaksanaan rutin obstetri, ginekologi, dan KB Oleh Ida Bagus Gde Manuaba

Penyebab Distosia

Yang dimaksud dengan distosia adalah persalinan yang sulit yang ditandai adanya hambatan kemajuan dalam persalinan. Persalinan yang normal (Eutocia) ialah persalinan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung spontan dalam 18 jam.

KLASIFIKASI

Penyebab distosia dapat dibagi dalam 3 golongan besar, yaitu:
1. Distosia karena kekuatan-kekuatan yang mendorong anak tidak memadai, yaitu:
a. Kelainan his merupakan penyebab terpenting dan tersering dari distosia.
b. Kekuatan mengejan kurang kuat, misalnya kelainan dinding perut, seperti luka parut baru pada dinding perut, diastase muskulus rektus abdominis; atau kelainan keadaan umum ibu seperti sesak napas atau adanya kelelahan ibu.

2. Distosia karena adanya kelainan letak janin atau kelainan fisik janin, misalnya presentasi bahu, presentasi dahi, presentasi muka, preselitasi - bokong, anak besar, hidrosefal, dan monstrum.

3. Distosia karena adanya kelainan pada jalan lahir baik bagian keras (tulang), seperti adanya panggul sempit, kelainan bawaan pada panggul maupun bagian yang lunak seperti adanya tumor-tumor baik pada genitalia interna maupun pada visera lain di daerah panggul yang menghalangi jalan lahir.

DISTOSIA KARENA KEKUATAN-KEKUATAN YANG MENDORONG ANAK KE LUAR TIDAK MEMADAI
DISTOSIA KARENA KELAINAN HIS
Baik tidaknya his dapat dinilai dari:
1. Kemajuan persalinan.
2. Sifat-sifat his: frekuensi, kekuatan, dan lamanya his. Kekuatan his dinilai dengan cara menekan dinding rahim pada puncak kontraksi (Acme).
3. Besarnya coput succedaneum.

Kemajuan persalinan dinilai dari kemajuan pembukaan serviks, kemajuan turunnya bagian terendah janin, dan bila janin sudah sampai di bidang Hodge III atau lebih rendah dinilai dari ada atau tidak adanya putaran paksi dalam. Penilaian kekuatan his dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik, yakni menilai secara manual sifat-sifat his dengan palpasi atau bantuan CTG (Cardin tocograplzy).

Kekuatan his tidak boleh dinilai dari perasaan nyeri penderita. His dikatakan kurang kuat jika:
I. Terlalu lemah yang dinilai dengan palpasi pada puncak his.
2. Terlalu pendek yang dinilai dari lamanya kontraksi.
3. Terlalu jarang yang dipantau dari waktu seta antara 2 his.

Dalam pemantauan kemajuan persalinan, ketiga sifat di atas perlu dinilai secara objektif dengan melakukan penilaian secara manual, yaitu melakukan palpasi abdomen sekurang-kurangnya selama 10 menit.

Menurut WHO (The Partograph, WH0,1988) his dinyatakan memadai bila terdapat his yang kuat sekurang-kurangnya 3 kali dalam kurun waktu 10 menit dan masing-masing lamanya >40 detik. Interval his yang terlampau pendek dan/atau lamanya >50 detik dapat membahayakan kesejahteraan janin. His yang terjadi tanpa masa istirahat disebut Tetania uteri.

Pustaka
Obstetri Patologi

Topik

Penyakit ObsGin (56) Kasus Obgin (43) Perawatan Obstetri (42) kehamilan (27) persalinan (27) Pelayanan Kesehatan Obtetri Ginekologi (21) Kedaruratan Ginekologi (20) Bedah Ginekologi (17) vagina (15) ibu hamil (14) janin (13) Anatomi Obstetri Ginekologi (12) infeksi (11) pertolongan persalinan (11) wanita hamil (11) plasenta previa (10) plasenta (9) proses persalinan (9) bayi (8) bidan (8) menstruasi (8) seksio sesarea (8) Vulva (7) hubungan seksual (7) informed consent (7) pembuluh darah (7) well born baby (7) Serviks (6) asfiksia (6) diabetes melitus (6) distosia (6) endometrium (6) muntah (6) ovarium (6) perineum (6) ultrasonografi (6) usia kehamilan (6) Amnion (5) Syok (5) abortus (5) atonia uteri (5) berat badan (5) estrogen (5) hipertensi (5) medis (5) menarche (5) peritonitis (5) rahim (5) uterus (5) wanita (5) well health mother (5) ASI (4) KPD (4) Ketuban Pecah Dini (4) Primigravida (4) Solusio Plasenta (4) air susu ibu (4) amenore (4) anamnesis (4) antibiotik (4) diagnosis (4) ginekologi (4) hiperemesis gravidarum (4) intervensi (4) kanker serviks (4) kematian ibu (4) kolostrum (4) kontraksi otot (4) melahirkan (4) metabolisme (4) multipara (4) oligohidramnion (4) ovulasi (4) payudara (4) pelayanan kesehatan (4) pengobatan (4) penyakit kandungan (4) pre eklampsia (4) sepsis (4) tekanan darah (4) tumor ovarium (4) usg (4) HIV (3) Hamil Anggur (3) Mola Hidatidosa (3) Morbiditas (3) Mortalitas (3) Perdarahan Antepartum (3) Polihidramnion (3) Preeklamsia (3) Retensio Plasenta (3) Robekan Perineum (3) angka kematian ibu (3) antibiotika (3) aterm (3) berat badan lahir rendah (3) biopsi (3) dehidrasi (3) dispareunia (3) dukun beranak (3) emesis (3) endokrin (3) episiotomi (3) gangguan haid (3) genitalia (3) ginjal (3) hemoroid (3) hidramnion (3) himen (3) histerektomi (3) induksi persalinan (3) infeksi hiv (3) infertilitas (3) kehamilan ektopik (3) kehamilan ganda (3) kelahiran anak (3) kelainan kromosom (3) kemandulan (3) kematian bayi (3) lendir (3) melahirkan bayi (3) mioma uteri (3) nyeri (3) obat obatan (3) patologi anatomi (3) pemeriksaan abdomen (3) penyakit jantung (3) peredaran darah (3) progesteron (3) rektum (3) rumah sakit (3) sectio caesarea (3) sel telur (3) sindrom (3) tiroid (3) tulang belakang (3) uteri (3) AIDS (2) ASI eksklusif (2) Aborsi (2) Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (2) Amniosentesis (2) Bunyi jantung janin (2) Contraction stress test (2) DJJ (2) EVALUASI (2) Edema (2) Gawat janin (2) Hipotensi berat (2) IUD (2) IUS (2) Inversio Uteri (2) Kanker Rahim (2) Kasus Kedaruratan Ginekologi (2) Ketuban pecah (2) Kontrasepsi (2) Korion (2) Mual (2) Multigravida (2) Partograf (2) Perdarahan post partum (2) Plasenta Manual (2) SOAP (2) abnormal (2) air hangat (2) alergi (2) analisis fase luteal (2) analisis hormonal (2) analisis sperma (2) anamnesa (2) angka kematian ibu dan bayi (2) asuhan antenatal (2) awal kehamilan (2) bakteri patogen (2) bartholin (2) buah anggur (2) bunyi jantung (2) cairan dan elektrolit (2) cairan tubuh (2) cervix (2) denyut jantung (2) depo provera (2) depresi (2) dokter (2) dokumentasi kebidanan (2) epidural (2) fibrinogen (2) gejala (2) gizi ibu hamil (2) haid (2) hamil (2) harapan hidup (2) hipofisis (2) hipotensi (2) hirsutisme (2) hormon (2) hydramnion (2) ibu dan bayi (2) imunisasi (2) infertil (2) infus (2) intrapartum (2) kanker (2) kanker payudara (2) kebidanan (2) kelahiran (2) kelahiran bayi (2) keluarga berencana (2) kematian (2) kematian janin (2) kesuburan (2) kista (2) konsultasi (2) kortikosteroid (2) leukorea (2) lingkungan (2) malnutrisi (2) masa kehamilan (2) mastalgia (2) membran (2) mencegah kehamilan (2) meninggal dunia (2) menyusui (2) merokok (2) metronidazol (2) myoma (2) nekrosis (2) neonatus (2) obstetri dan ginekologi (2) oxytocin (2) pap smear (2) pelayanan medis (2) pelepasan prematur plasenta (2) pelvis (2) penilaian ovulasi (2) penyakit keturunan (2) penyakit malaria (2) perdarahan (2) perinatal (2) perkawinan (2) perkembangan bayi (2) perkembangan janin (2) pernapasan (2) pertumbuhan janin (2) pethidine (2) pil kb (2) pneumonia (2) proses kelahiran (2) prostaglandin (2) pubertas (2) puting susu (2) radiasi (2) rasional (2) sakit kepala (2) sanggama (2) seksual (2) sesak napas (2) sinus urogenital (2) sungsang (2) susu formula (2) syok hipovolemik (2) tekanan (2) teknologi kedokteran (2) tempat tidur (2) tenaga kesehatan (2) tentang kehamilan (2) terapi antibiotik (2) testosteron (2) tipis (2) trombosit (2) tuba (2) tuberkulosis (2) tumbuh kembang bayi (2) tumor (2) vaksin (2) vasa previa (2) 10 Langkah Menuju Rumah Sakit Sayang Bayi (1) ABC (1) AKDR (1) Abortus provocatus (1) Abrupsio Plasenta (1) Amniocentesis (1) Amniotomi (1) Antenatal Screening (1) Aspek hukum dari tindakan abortus buatan (1) Bahaya mioma terhadap kehamilan (1) Beberapa tanda yang menunjukkan kehamilan ganda (1) Bentuk plasenta yang tidak serasi (1) CMI Tender Touch (1) CST (1) Cancer Surgery (1) Cara melakukan IMD (1) Cervidil (1) Changing Childbirth (1) Chorionic Villous Sampling (1) Cystotec (1) DIC (1) Diabetes maternal (1) Diameter biparietalis (1) Diameter bitemporalis (1) Diameter occipitofrontalis (1) Diameter submentobregmatica (1) Diameter suboccipitobregmatica (1) Diameter verticomentalis (1) Doppler Warna dan Berpulsa (1) Early rupture of membrane (1) Edema Vulva (1) Endometrial Cancer (1) Episode depresi pascanatal (1) Eritroblastosis fetalis (1) Estriol urine (1) Female Pelvic Anatomy (1) Gambaran klinik tetanus neonatorum (1) Gambaran klinis depresi pascanatal (1) Gangguan hormon (1) Glomerulonefritis (1) Gum disease (1) Haid Abnormal (1) Hematokrit (1) Hematoma Vagina (1) Hematoma vulva (1) Hiperoksigenasi (1) Hitung Leukosit (1) Hormon Chorionic Gonadotropin (1) IDENTIFIKASI TINDAKAN SEGERA (1) IMD Setelah Bedah Cesar (1) IMPLEMENTASI (1) IUD copper (1) IUGR (1) Imunoglobulin Anti-D (1) Indikasi Episiotomi (1) Indung Telur (1) Infark plasenta (1) Infeksi Pelvis (1) Infeksi Toksoplasma (1) Infertilitas sekunder (1) Inkompatibilitas rhesus (1) Inkompetensi serviks (1) Inkontinensia Uteri (1) Insulisiensi placenta (1) Intra Uterine System (1) Istilah Kebidanan (1) Jenis pemeriksaan Mola Hidatidosa (1) Kasus hamil anggur (1) Kauterisasi tuba falopii (1) Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri (1) Kehamilan prekoks (1) Kelahiran dengan berat bayi lahir rendah (1) Kelainan Air Ketuban (1) Kelainan kelenjar pankreas (1) Kelainan kelenjar tiroid (1) Kelainan kongenital (1) Kerugian Kontap (1) Keuntungan Episiotomi (1) Keuntungan Kontap (1) Konsep Dasar Asuhan Antenatal (1) Konsep rooming in (1) Kontrasepsi IUD (1) Kordosentesis (1) Korioangioma (1) Kurangi aktivitas uterus (1) Kutil vulva (1) Leiomioma Degenerasi Merah (1) Lingkup asuhan kebidanan (1) Lobus succenturiate (1) Malaria berat (1) Manfaat IMD (1) Masa pemulihan (1) Memperbaiki fungsi kerja organ-organ tubuh (1) Mengurangi tekanan pada janin (1) Metode kuretase (1) Metode tindak lanjut (1) MgSO4 (1) Mixedema (1) Mola kruenta (1) Mola tuberosa (1) Morbus basedowi (1) Nilai Skor Bishop (1) Observasi bayi (1) P3 (1) PASG (1) PID (1) Parametritis (1) Partus Terlantar (1) Partus kasep (1) Partus lama (1) Pastikan diagnosis (1) Pelvic Lymphadenectomy (1) Pembengkakan vulva (1) Pemeriksaan Fisik (1) Penapisan Antenatal (1) Pengobatan Hamil Anggur (1) Pengukuran-serf ultrasonik (1) Penyakit gusi (1) Penyakit sinaga (1) Perbaiki hipotensi (1) Perbaiki ketidakseimbangan metabolik (1) Perdarahan Kanker Serviks (1) Persalinan percobaan (1) Pil KB Kombinasi (1) Plasenta berbentuk cincin (1) Plasenta bipartite (1) Plasenta ekstrakorialis (1) Plasenta fenestrasi (1) Plasenta sirkummarginal (1) Plasenta sirkumvalata (1) Postmortem caesarean (1) Posyandu (1) Primum noncere first do no harm (1) Prinsip dasar kehamilan dan mioma uterus (1) Prolaps Uteri (1) Prolapsus litniculus umbilicalis (1) Pruritus vulva (1) Radical Hysterectomy (1) Radical vaginal trachelectomie (1) Referensi teknik pemeriksaan fisik (1) Rekanalisasi Kontap (1) Riwayat Kesehatan (1) Riwayat haid (1) SC (1) Salpingo-ooforitis (1) Sasaran pengembangan desa siaga (1) Seksio sesarea pada kombinasi hamil dan mioma uteri (1) Siapkan tenaga keadaan darurat (1) Sikatriks Vulva (1) Sindroma Down (1) Sindroma HELLP (1) Spermatogenesis defektif (1) Suhu (1) Suhu Basal Tubuh (1) Suntik KB (1) Susuk KB (1) Teknologi Obstetri (1) Terapi hormon (1) Test nonstress (1) Toksikum eritema (1) Torsi tumor adneksa (1) Trachelectomie (1) Trauma dada (1) Trisomy 13 (1) Trisomy 18 (1) Trombosis pembuluh darah janin (1) Tujuan rumah sakit sayang bayi (1) Tujuan umum desa siaga (1) Tumor Adneksa Permagna (1) Ubah posisi ibu (1) Varises vena (1) WHO (1) abdomen (1) abdominal contents (1) ablasio plasenta (1) abortus spontan (1) adrenalin (1) aerobik (1) aesculapius (1) agenesis (1) air bersih (1) alkoholik (1) allantois (1) american cancer society (1) amniosintesis (1) ampicillin (1) ampul (1) ampula (1) anabolik (1) analgesik (1) anc (1) androgen (1) andrologi (1) anemia (1) anemia berat (1) anemia pada ibu hamil (1) aneuploidi (1) angka kematian (1) angka kematian bayi (1) anomali (1) anomali kongenital (1) anovulatoir (1) ante natal care (1) antenatal care (1) anti hipertensi (1) antihistamin (1) antineoplastic agents (1) apotek (1) apusan Papanicolaou (1) areola (1) asam basa (1) asfiksia neonatorum (1) asinklitismus (1) asites (1) asma (1) aspirasi pneumonia (1) aspirin (1) aturan Nagele (1) ayah (1) ayurvedic college (1) bartolin (1) batasan (1) batuk (1) bayi bayi (1) bayi kembar (1) bcg (1) benadryl (1) berat badan bayi (1) berenang (1) berhenti merokok (1) bersih dan sehat (1) bina keluarga balita (1) bkkbn (1) blighted ovum (1) blood sampling (1) bnf (1) bokong (1) breech presentation (1) broad spectrum antibiotics (1) buah buahan (1) bunuh diri (1) cacar air (1) cacat bawaan (1) cacing tambang (1) cairan (1) calcitonin gene (1) caput succedaneum (1) carcinoma (1) cedera saraf kranialis (1) cemas (1) cephal hematom (1) cervical cancer (1) charting by exception (1) chignon (1) chorioamnionitis (1) chorionic gonadotropin (1) ciri (1) ciri-ciri desa siaga (1) clostridium welchii (1) complete mole (1) cross match (1) ct scan (1) ctg (1) cuci tangan (1) cul de sac (1) curcuma domestica (1) daging (1) darurat (1) decrement (1) demam (1) demam berdarah (1) demerol (1) depot medroxyprogesterone acetate (1) desa siaga (1) desidua (1) developmental disorder (1) dewa (1) diagnosis tuba falopii (1) diameter kepala janin (1) diazepam (1) dilator (1) displasia (1) distosia bahu (1) distribusi (1) dna (1) dokter anak (1) donor darah (1) doptone (1) downward trend (1) dystocia (1) early pregnancy factor (1) ekstraksi (1) ekstrauterin (1) emansipasi wanita (1) emboli (1) emosi (1) endometriosis (1) endometritis (1) ensefalitis (1) enukleasi mata (1) epididimis (1) epinefrin (1) ergometrine (1) ergotrate (1) eritrosit (1) erythroblastosis (1) erythromycin (1) escherichia coli (1) etik (1) etika profesi (1) evaporasi (1) evisceration (1) fecal odor (1) fenomena tromboembolik (1) fetal alcohol effects (1) fetal alcohol syndrome (1) fetal heart rate (1) fetoscope (1) fibrosis (1) figure of eight (1) filament nylon (1) filsafat (1) fimbriae (1) fistula (1) flowsheet (1) foetus compressus (1) foetus papyraceus (1) footling presentation (1) formalin (1) formula 3 (1) fosfor (1) four pillars (1) frank breech (1) freenulum linguae (1) frekuensi (1) fsh (1) ft3 ft4 (1) fundus (1) fungsi ginjal (1) funiculus (1) gagal ginjal (1) galaktosa (1) gangguan asam-basa (1) gangguan metabolisme (1) gangguan pernapasan (1) gap junction (1) gas exchange (1) gejala kanker rahim (1) gejala kehamilan (1) gelombang bunyi (1) genetalia (1) genetika (1) genital (1) gerakan janin (1) gizi dan istirahat (1) gizi masyarakat (1) glukosamin (1) gram negatif (1) granulosa (1) gula garam (1) halotan (1) hambatan pertumbuhan janin (1) hamil di luar nikah (1) handuk (1) hari pertama haid terakhir (1) health (1) hemangioma (1) hemangioma plasenta (1) hematoma (1) herbal vitamin (1) herpes (1) herpes genitalis (1) herpes simpleks (1) hidrosefalus (1) high risk pregnancy (1) hiperkeratosis (1) hiperplasia (1) hipertensi kehamilan (1) hipertiroidismus (1) hipnotis (1) hipoglisemia (1) hipoksia (1) hipotermia (1) hipotiroidismus (1) hipovolemia (1) histamin (1) holistik (1) hormon estrogen (1) hormon levonorgestrel (1) hormon tiroid (1) hpv (1) hubungan dokter (1) hukum (1) human being (1) hymen (1) ibu kartini (1) ibu melahirkan (1) ilmu kebidanan (1) ilmu pengetahuan dan teknologi (1) immunoassay (1) impending eklamsia (1) increment (1) induction of labor (1) indurasi (1) infeksi saluran kemih (1) infiltrasi (1) inseminasi buatan (1) insulin diabetes (1) intestinal peptide (1) intra uterine growth retardation (1) iud paragard (1) jagung (1) jantung (1) jaringan epitel (1) journal of obstetrics (1) kalangan remaja (1) kanker endometrium (1) kardiovaskular (1) kariotipe (1) kateter (1) kateter Foley (1) kawin (1) keamanan (1) kecemasan (1) keguguran (1) kehamilan kembar (1) kehamilan pada remaja (1) kehamilan pertama (1) kejang otot (1) keju (1) kekurangan kalsium (1) kekurangan vitamin (1) kelainan serebrovaskular (1) kelamin (1) kelenjar hipofisis (1) kelenjar pituari (1) kelenjar tiroid (1) kemaluan (1) kematian bayi baru lahir (1) kematian ibu hamil (1) kembar siam (1) kemoterapi (1) keperawatan (1) kepribadian (1) keputihan (1) keracunan kehamilan (1) kernikterus (1) kesehatan (1) kesehatan bayi (1) kesehatan lingkungan (1) kesehatan masyarakat (1) kesehatan reproduksi (1) keseimbangan cairan dan elektrolit (1) kista ovarium (1) kistadenokarsinoma serasa (1) klamidia (1) klinik (1) klinik bersalin (1) klitoris (1) klostridium tetani (1) kolagen (1) koma (1) komplit (1) konduksi (1) konsepsi (1) konsultasi dokter (1) kontrasepsi hormonal (1) konveksi (1) korioamnionitis (1) korona radiata (1) korpus (1) korteks (1) kreatinin (1) kromosom (1) kronik (1) kronis (1) kualitas hidup (1) kurang darah (1) kurang gizi (1) kuret (1) kutukan (1) labia mayora (1) labia minora (1) laboratorium (1) lactobacilus (1) lafal sumpah dokter (1) laki laki (1) laktosa (1) laminaria stift (1) lasenta membranosa (1) lepra (1) liberalisasi (1) lintah (1) lokia (1) lumen (1) luteinizing hormone (1) magnetic resonance imaging (1) makanan bergizi (1) makanan tambahan (1) malaria (1) malaria falciparum (1) malaria kongenital (1) malaria serebral (1) malpraktek (1) masa nifas (1) masalah kehamilan (1) masker bag-valve (1) maternity care (1) maturitas (1) medroxyprogesterone (1) megap (1) meig (1) meig syndrome (1) mekonium (1) meneteki (1) mengandung (1) menghisap (1) menikah (1) meningitis (1) menometroragia (1) menopause (1) menorrhagia (1) merangsang (1) metabolisme tubuh (1) metastasis (1) metil salisilat (1) metode kontrasepsi (1) midwifery (1) mielin (1) migrain (1) migren (1) minyak kelapa (1) misoprostol (1) mobilitas (1) mongolisme (1) moniliasis (1) mood swing (1) morning sickness (1) mortality rate (1) moulage (1) multiple pregnancy (1) mulut (1) national maternity hospital (1) natrium (1) neglected labour (1) neisseria gonorrhoeae (1) neuralgia (1) nimo (1) non stress test (1) nutrisi (1) nutrisi untuk janin (1) nyaman (1) nyeri haid (1) nyeri otot (1) nyeri persalinan (1) nyeri punggung (1) obat kencing manis (1) oksitosin (1) olahraga (1) oligospermia (1) ostium (1) ostium uteri internum (1) otot (1) ovariotomi (1) overstreet (1) ovulatoir (1) parametrium (1) parathyroid (1) parathyroid hormone-related peptide (1) pars (1) partial mole (1) partogram (1) partus (1) pasca (1) patogen (1) pelecehan seksual (1) pelvic inflammatory disease (1) pemasangan chest tube (1) pembekuan darah (1) pembengkakan payudara (1) pembiakan (1) pemeriksaan bakteriologi (1) pemeriksaan pap smear (1) pendarahan (1) pendarahan rahim abnormal (1) pendarahan spontan (1) penelitian (1) pengetahuan (1) pengobatan alternatif (1) penicillin (1) penisilin (1) penyakit (1) penyakit diabetes (1) penyakit diare (1) penyakit genitalia (1) penyakit gula (1) penyakit infeksi (1) penyakit kanker (1) penyakit kencing manis (1) penyakit menular seksual (1) penyakit paru paru (1) penyakit psikiatrik pascanatal (1) penyebaran infeksi (1) penyediaan air bersih (1) perawatan bayi (1) perawatan paliatif (1) perawatan tali pusat (1) perdarahan aksidental (1) perhiasan (1) perilaku seksual remaja (1) perimenopause (1) perinatologi (1) perineotomi (1) peritonium (1) perkembangan janin dalam rahim (1) persalinan lama (1) persalinan per vaginam (1) persalinan prematuritas IUGR (1) persalinan terlantar (1) pertumbuhan tulang (1) pertumhuhan janin terhambat (1) perut (1) pheromones (1) pitocin (1) placenta (1) plasenta difusa (1) plasenta dwilobus (1) plasenta letak rendah (1) plasmodium falciparum (1) pneumatic anti-shock garment (1) polip (1) polip endometrium (1) portio (1) posisi (1) preeklamsi berat (1) prematur (1) premature rupture of membrane (1) prevost (1) pria (1) primipara (1) progestin (1) program Kontap (1) prolaktin (1) proses kehamilan (1) proses menstruasi (1) proses penyembuhan luka (1) prostaglandin e2 (1) protein c (1) protrusion (1) psikolog (1) psikologi (1) pt ptt (1) pubarche (1) pubis (1) puerperalis (1) puerperium (1) puting (1) radang (1) radang paru paru (1) radiologi (1) rawat inap (1) refleksologi (1) releasing hormone (1) reproduksi (1) resiko (1) resistensi insulin (1) resusitasi (1) rhesus negatif (1) rhesus positif (1) rhogam (1) rigor mortis (1) rileks (1) ringer laktat (1) riwayat menyakiti diri sendiri (1) rubela (1) rumah tangga (1) ruptur (1) safety efficacy (1) saluran napas (1) saluran reproduksi (1) sarkoma (1) sarung tangan (1) savlon (1) sayuran (1) seks pranikah (1) selaput dara (1) sensitif (1) sepeda (1) septum (1) serebral palsi (1) sesak nafas (1) siklus kreb (1) siklus menstruasi (1) sindrom pre-baby blues (1) sindroma Edward (1) sindroma Patau (1) sintosinon (1) sistem pembiayaan kesehatan (1) sistem reproduksi (1) snow flake (1) solusio Burowi (1) sonicaid (1) specimen (1) spermatozoa (1) standar profesi (1) status asmatikus (1) stein leventhal (1) steril (1) sterilisasi (1) stetoskop (1) stetoskop Pinard (1) stomata (1) streptomycin (1) suhu tubuh (1) sumpah dokter (1) suprarenal (1) susu buatan (1) susu ibu (1) tali pusat (1) tanda Naujoke (1) tanda Spalding (1) target goal (1) tay sachs (1) tbc (1) tekanan hidrostatik (1) tekanan intrakranial (1) tekanan osmotik (1) teknologi (1) telapak (1) telarche (1) telor (1) tempat penitipan anak (1) tenaga kerja (1) tengkorak janin (1) terapi (1) termometer (1) test mantoux (1) testis (1) tetanus neonatorum (1) tidur (1) tifus (1) tinospora crispa (1) tokoh kedokteran (1) trakeostomi (1) transfusi darah (1) transvaginal (1) transverse incision (1) trauma (1) treponema pallidum (1) trial of labor (1) trofoblas gestasional (1) tromboflebitis (1) trombosis (1) tumor ganas (1) uji pasca-sanggama (1) ujian darah (1) ujian kompetensi dokter (1) ukcc (1) ukuran payudara (1) ulkus (1) ureter (1) uretra (1) urologi (1) usus buntu (1) uteritonika (1) uterus bikornu (1) vakum (1) vanished twin (1) variabel (1) varikokel (1) vascular bed (1) vasektomi (1) vasoactive intestinal peptide (1) vili korialis (1) virus hpv (1) virus penyakit (1) visera (1) vitamin yang larut dalam lemak (1) vlek (1) vulvar disease (1) waktu subur perempuan (1) wanita bersalin (1) wbc (1) wound closure (1) wound dehiscence (1) yunani (1) zoster (1)