Penatalaksanaan Dan Perawatan Robekan Perineum

PERSALINAN PERVAGINAM
Lebih 85 % terdapat robekan perineum
+ 70-80% membutuhkan penjahitan
Dapat terjadi secara spontan atau episiotomi


FUNGSI SFINGTER ANI DAN OTOT PUBOREKTALIS
Puborectalis: mengonterol continence yang kerasi
Sfingter ani Interna : mengonterol fises yang cair
Sfingter ani eksterna membantu sfingter ani interna pada keadaan mendadak kalau dibutuhkan seperti meningkatnya tekanan intera abdomen
Anal cushion -> jumlah yang mengalir melalui fenus aterusus dan mengonterol flatus
Klasifikasi robekan perineum (SULTAN 1999-RCOG-WHO)
Robekan mengenai epitel vagina dan kulit
Derajat II Robekan mengenai otot perineum tapi tidak sampai ke otot sfingter ani
Derajat tiga robek mencapai sfingter ani
3a = robekan kurang dari 50% dari sfingter ani eksterna
3b = robekan mencapai lebih dari 50% dari sfingter ani eksterna
3c = robekan mencapai ke sfingter ani interna

Derajat IV robekan mengenai, perineum, sfingter ani termasuk mukosa sfingter ani dan rektum

FAKTOR RISIKO ROBEKAN PERINEUM DERAJAT III DAN IV
Tindakan dengan forsep > 7%
Partus lama kala dua > 4%
Anak terlampau besar > 2%
Posisi kepala oksiput posterior > 3%
Episiotomi > 3%

KOMPLIKSI ROBEKAN TINGKAT III DAN IV
Inkontinensia fekal
Kerusakan sfingter ani tersembunyi (Occult damage)

PREVALENSI
Robekan perineal derajat III dan IV 0.6-9%
Kerusakan sfingter ani tersembunyi (Occult damage) 36%

DEFINITION
Fecal incontinence is the inability to control the passage of gas, liquid or solid through the anus.

PREVALENSI GEJALA INKONTINENSIA PASCA REPARASI RUPTUR PERINEUM DERAJAT III DAN IV
Gejala inkontinensia 25 - 75%
Flatus 30%
Liquid stool 8%
Solid stool 4%
Fecal urgency 26%

ETIOLOGI KERUSAKAN TERSEMBUNYI ATAU KERUSAKAN SFINGTER ANI
Pengetahuan anatomi dari perineum dan anal yang sangat sedikit
Tidak cukunya latihan dalam Memperbaiki reparasi robekan perineum III dan IV
Klasifikasi berbeda dari RCOG-WHO
Metoda reparasi (end to end or overlap)
Materi benang jahitan : cat gut or poliglactin (vicryl) or monofilaments (Polydioxanone)
Perawatan postoperasi yang tidak adekuat

TIPE REPARASI
END TO END (OBSTETRIC)
OVERLAP (COLORECTAL SURGEON)

Metoda reparasi
Overlap – end to end teknik
Materi Sutur monofilamen
Memisahkan reparasi sfingter ani interna dan eksterna dalam reparasi
Inkontinen anal berkurang dari 41 ke 8% dan sfingter ani eksterna Persisten berkurang dari 85% ke 15%
Teknik reparasi overlap lebih bagus dari End to End

PENILAIAN
Anal manometry
EMG
Anal Endo sonography
MRI

Perawatan Preoperatif
Akut
Tidak ada persiapan yang khusus

Kronik
Kebersihan daerah genitalia eksterna dan sekitarnya
Mencegah atau mengobati bila ada tanda-tanda infeksi
Memperbaiki keadaan penderita
Konseling tentang tindakan yang akan dilakukan
Klisma sebelum tindakan operasi dikerjakan
Pemberian antibiotika sebelum operasi dimulai

Perawatan pasca operasi
Perawatan pasca operasi sangat penting, baik pada yang akut maupun pada kronik, dan perawatan pasca operasi tidak berbeda, antara yang akut dan kronik:
Kateter trans uretra nomor 12 dipasang selama 24 jam, sesudah itu dapat dilepas.

Rawat kebersihan alat genital dengan baik, apalagi kalau masih dalam keadaan akut karena lokhia yang merupakan media untuk kuman berbiak dapat menjadikan sumber infeksi pada luka pasca reparasi.

Diberikan antibiotika, terutama untuk E. Coli diberikan per oral 3 x I hari, dan penderita diberi makanan lunak serta berserat, agar feses menjadi lunak.

Kalau diperlukan diberikan laksan agar penderita mudah defikasi.

Bila penderita sudah buang air besar dan tidak ada keluhan maka pasien telah bisa dipulangkan dan diminta untuk kembali lagi I minggu kemudian untuk dilihat dan dinilai tentang keadaan luka sekaligus keluhan penderita.

Selama di rumah penderita diminta untuk tetap merawat daerah genitalianya, obat antibiotika diteruskan selama 1 minggu dan diet seperti yang diberikan di rumah sakit.

Dua minggu pasca reparasi penderita diminta untuk kembali lagi untuk dinilai keluhan dan keadaan luka pasca reparasi, bila semuanya baik maka penderita sudah diperbolehkan untuk makan yang agak keras.

Penderita sesudah 40 hari pasca reparasi, diminta untuk kembali lagi untuk dinilai keadaan alat genitalianya pasca nifas, serta luka operasi, pasca reparasi termasuk keluhan dari penderita.

Penderita dianjurkan untuk mengikuti program keluarga berencana dan selanjutnya perencanaan tentang persalinan yang akan datang.

Bila ditemukan keluhan inkontinensia alvi yang ringan maka penderita dianjurkan/diajarkan melatih otot-otot dasar panggul dan sfingter ani eksterna dan makan tetap dalam keadaan lunak sampai 3 bulan pasca reparasi.
Pada keadaan dimana keluhan lebih berat, walaupun kelihatannya luka pasca reparasi baik maka reparasi sfingter ani eksterna kembali dilakukan sesudah 3 bulan.

Bila memungkinkan perlu dilakukan pemeriksaan anal ultra sonograf atau endo anal untuk menilai keadaan hasil reparasi yang dilakukan pada otot sfingter ani, sehingga rencana apakah perlu dilakukan reparasi lagi atau cukup dengan latihan otot-otot dasar panggul, atau dianggap hasil reparasi cukup memuaskan.

KESIMPULAN
Persalinan pervaginam dapat menyebabkan robekan perineum dari derajat I sampai derajat IV. Faktor risiko robekan perineum: penggunaan forsep, partus kala dua lama, anak terlampau besar, posisi osiput posterior, episiotomi. Robekan sfingter ani dapat menyebabkan inkontinensia fekal. Defek sfingter ani atau kerusakan tersembunyi prevalensinya tinggi sesudah reparasi konvensional yang dinilai dengan endoanal ultrasonography.

Untuk mengurangi defek sfingter ani dan inkontinensia fekal ahli bedah harus memahami anatomi perineum dan anorektal dan klasifikasi ruptur perineum.
Teknik overlap lebih baik dari pada End to End dan menggunakan material benang monofilamen
Perlu diperhatikan perawatan pre dan post operatif agar reparasi yang telah dikerjakan berhasil dengan baik.