Suatu kehamilan merupakan proses alami yang berjalan dari waktu ke waktu. janin tumbuh dalam rahim seorang ibu dengan harapan dapat tumbuh secara fisiologis dan dapat lahir melalui sebuah proses persalinan yang fisiologis pula. Namun pada kenyataannya tidak semua kehamilan dan persalinan dapat berjalan secara fisiologis, tetapi sebaliknya berjalan secara patologis sehingga sangat berisiko terhadap ibu serta janin yang akan dilahirkannya.
Kehamilan dan persalinan yang dinyatakan berisiko (patologis) sebaiknya diambil sebuah tindakan medis yang tepat dan cepat untuk menyelamatkan ibu dan janinnya. Bila proses persalinan berjalan secara patologis dan tidak dapat dilahirkan pervaginam, maka secepatnya diambil sebuah tindakan medis mclalui operasi/pembedahan Caesar, yaitu operasi mengeluarkan janin melalui dinding perut ibu. Tindakan ini harus dikeriakan di kamar bedah bukan di kamar bersalin.
Tindakan mengeluarkan/melahirkan janin melalui dinding perut (persalinan perabdominam) ini tentunya dengan indikasi yang kuat seperti adanya panggul sempit, plasenta previa, atau bentuk distosia lainnya, yang tidak memungkinkan janin lahir pervaginam. Demikian juga halnya dengan persalinan pervaginam, tidak selamanya berjalan dengan lancar dan banyak kendala yang harts dihadapi. Persalinan yang sulit (distosia) ini dapat disebabkan oleh berbagai penyebab misalnya tenaga untuk mendorong janin keluar kurang kuat, kelainan letak atau kelainan fisik janin, serta kemungkinan adanya kelainan jalan lahir.
Bila dalam perkembangan lebih lanjut, persalinan dengan penyulit-penyulit tersebut harus lahir dengan cara pervaginam, maka diperlukan adanya tindakan medis obstetri tertentu untuk segera dapat menyelamatkan ibu dan janin seperti:
a. pemanfaatan forsep atau vakum untuk ekstraksi;
b. tindakan versi ekstraksi;
c. episiotomi (yang paling sederhana);
d. plasenta manual;
e. embriotomi.
Kasus-kasus persalinan pervaginam yang diselesaikan dengan tindakan medis obstetri seperti di atas merupakan kasus persalinan pervaginam patologis, dari derajat yang ringan sampai derajat yang berat (sulit). Dalam hal ini perlu diwaspadai adanya berbagai komplikasi, baik terhadap ibu maupun terhadap janin seperti robekan scrviks yang akan menimbulkan perdarahan, laserasi pada dinding vagina yang teriadi pada ibu. Sedangkan pada janin/bayi teriadi laserasi pada kulit kepala, perdarahan bawah kulit (cephal hematoma) dan edema kulit kepala (caput succedaneum), bahkan terjadi fraktur pada tulang tertentu.
Berbagai bentuk trauma fisik pada ibu dan janin tersebut di atas dapat menimbulkan "luka terbuka" sebagai akibat adanya tindakan invasif manipulatif oleh alat dan tangan petugas. Luka terbuka ini merupakan pintu masuknya mikroba patogen dari luar yang tentunya akan menimbulkan masalah medis bagi ibu dan bayi yang baru lahir, serta sebagai parameter bagi manajemen pelayanan obstetri di kamar bersalin.
Adanya kondisi-kondisi di atas, rumah sakit yang besar memisahkan tempat pelayanan medis obstetri patologis dari tempat pelayanan medis obstetri fisiologis. Dengan demikian diperlukan minimal ada dua buah kamar bersalin, yaitu masing-masing untuk kasus obstetri fisiologis dan obstetri patologis serta kasus ginekologi dengan harapan dapat memperlancar pelayanan dan memperkecil kemungkinan terjadinya infeksi silang.
Kamar Bersalin dan Permasalahannya
Kamar bersalin dapat diidentikkan dengan kamar bedah dalam skala yang lebih terbatas fungsi dan peralatannya, namun dalam masalah pengendalian infeksi harus tetap menjadikan perhatian yang sama. Pengarahan dan bimbingan psikologis terlebih dahulu harus dilakukan kepada penderita, mengingat tindakan medis obstetri yang akan dilakukan kepada penderita dalam keadaan sadar- Perlu diingat bahwa tindakan medis obstetris pada persalinan patologis pervaginam ini dapat dilakukan dengan menggunakan anestesi regional/lokal dan cukup memakan waktu, sehingga diperlukan adanya kerja sama serta pengertian dari penderita (sikap kooperatif).
Sebuah kamar bersalin hendaknya dapat memenuhi sejumlah harapan berikut:
a. Bersih, cukup terang, lapang, tidak pengap, serta sejuk.
Kondisi ini akan berpengartth pada faktor psikologis ibu yang akan melahirkan. Sedangkan bagi petugas, kondisi ini akan membuat rasa nyaman saat menjalankan tugasnya.
b. Peralatan nonmedis yang ada di dalamnya sebatas peralatan yang dibutuhkan langsung dalam tindakan medis obstetri.
Kondisi ini akan menimbulkan kesan ruang kerja lapang dan mudah pada saat dibersihkan.
c. Petugas yang keluar dan masuk harus dibatasi.
Hal ini untuk mencegah kontaminasi dan infeksi silang di dalamnya.
d. Setiap selesai adanya tindakan medic obstetri, lebih-lebih untuk tindakan medis obstetri patologis, hendaknya kamar bersalin segera dibersihkan.
Hal ini untuk menghindari adanya sumber penularan bagi kasus berikutnya saat ruang kerja dimanfaatkan lagi.
Kesimpulan dari uraian di atas adalah kamar bersalin harus selalu dalam kondisi bersih dan siap-pakai untuk setiap saat, nyaman bagi ibu yang akan melahirkan, dan nyaman pula bagi petugas saat menjalankan kewajibannya.
Kamar bersalin adalah salah satu bagian dari unit kerja obstetri dan ginekologi sebuah rumah sakit yang fungsi dan perannya sangat penting untuk menolong persalinan atau melahirkan janin pervaginam. Terkait dengan masalah fungsi dan perannya ini, maka posisi unit kerja obstetri dan ginekologi, khususnya posisi kamar bersalin terhadap lay-out rumah sakit, letak idealnya tidak jauh dan kamar bedah dan instalasi sterilisasi, serta kamar/ruangan/bangsal perawatan pascapersalinan, tetapi harus jauh dari ruangan/bangsal penyakit menular. Hal ini penting sekali karna tindakan medis obstetri perlu waktu cepat, serta menuntut adanya tingkat sterilitas yang tinggi.
Daftar Pustaka
Infeksi Nosokomial Oleh Darmadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar